Sabtu, Desember 31, 2022

#25 hal yang menyembuhkan rasa sakit

1. Bangun jam 4 pagi, kemudian membereskan kamar yang pecah, masak sarapan dan bekal untuk makan siang di museum nanti, makan sarapan sambil membaca buku, shalat subuh, olahraga pagi seperti yoga dan meditasi (tapi jarang soalnya nggak cocok dengan konsep meditasi), membalas pesan orang-orang, bersiap-siap sambil menyetel musik keras-keras (untuk membangkitkan suasana pagiku yang biasanya selalu suram)

2. Menonton pertunjukannya Mas Danto (setiap kali melihatnya menyanyi, aku selalu merasa ingin tenggelam di lautan luka dalam sambil mengingat-ingat berapa banyak kesalahan dan kekecewaan yang ku perbuat pada orang-orang)

3. Menonton pertunjukan teater boneka bertajuk “Unfolding” yang digarap oleh seniman teater Amerika Serikat Margarita Blush di event Pesta Boneka-nya Papermoon Puppet Theatre. Pertunjukan ini berkisah tentang perjalanan dan kompleksitas hidup seorang perempuan, dari fase dia lahir, remaja yang ceria dan penuh keingintahuan, lalu fase dewasa yang dilewati dengan kemelut dan kekacauan, masa tua yang sepi dan rapuh, hingga fase ketika ia meninggal dan kepingan memori-memori semasa ia hidup terputar seolah mengantarnya berpulang. Melihat sajian dongeng kontemporer, berbalut pengkisahan dan cara bertutur yang indah, seni artistik yang membius (saking magisnya; dari kostum, properti, tata lampu, tata panggung dan peragaan boneka itu sendiri) membuatku langsung ingin mensyukuri hidup dan termotivasi untuk melakukan hal-hal (apapun itu) dengan lebih baik lagi. Nontonnya bikin menangis tersedu-sedu, sepertinya ini pertunjukan teater terbaikku sepanjang masa.

4. Terkoneksi dengan orang-orang, lewat percakapan-percakapan dan obrolan panjang semalam suntuk; dengan pasanganmu, dengan teman-temanmu, dengan bapakmu, dengan orang baru yang kamu temui di toko buku, siapa saja.

5. Berbagi kabar dan situasi terkini dengan Ibu; tetangga kami yang menikah, adik yang menang lomba, nenekku yang naik kereta ke bekasi untuk menengok cucunya, jualan ibu yang sepi, keponakanku yang sakit dan harus operasi, bapak yang keras kepala kalau diajak untuk check up di rumah sakit, aku yang kelelahan dan hampir pingsan di museum, dan kabar apa saja.

6. Menulis puisi.

7. Makan es krim atau Lotus Biscoff-nya Bloomery Patisserie yang lembut (biasanya kalau lagi puyeng).

8. Tur makam, mengunjungi makam-makam kuno dan melihat banyak hal, tentang kepingan sejarah, kehidupan di masa lalu, cerita-cerita hantu (kalau dapet), dan ambience yang bikin tenang.

9. Tur ke mana saja, dengan berjalan kaki, naik motor, atau kendaraan besar (museum, pasar, toko kelontong, candi-candi atau tempat peribadatan lain, atau mana saja yang menyimpan banyak cerita dan pengalaman-pengalaman seru).

10. Menyelesaikan Lebih Senyap dari Bisikan (salah satu novel terbaik di 2022)

11. Menonton Bilal Indrajaya. Aku sudah lama naksir sama suara dan lagu-lagu solois ini, tapi baru punya kesempatan untuk menonton pertunjukannya bulan Oktober kemarin.

12. Dateng ke openingnya FFD, JAFF, menikmati kemeriahan festival-festival film yang digelar di Yogyakarta (ketemu teman lama, nonton film bagus, melihat orang-orang keren)

13. Kalau hal-hal yang menyembuhkan rasa sakit ketika di museum adalah ketemu pengunjung yang baik hati, mau mendengarkan dan memperhatikan kita sebagai Edukator, terus ngajak ngobrol dan mengapresiasi dengan sopan. Biasanya pengunjung yang seperti ini lumayan bikin moodku membaik dan meredakan budrek-ku.

14. Minum jus mangga.

15. Menulis jurnal sebagai upaya pengarsipan sejarah diri (mencatat segala hal; literally segala hal, dari hal senggak-penting aku pengin makan apa untuk besok pagi sampai hal penting seperti daftar load kerjaan di museum yang harus ku selesaikan hahaha)

16. Datang ke acara diskusi buku, ke toko buku, ngobrol sama orang yang juga baca buku, dan semua peristiwa, semua tempat, semua manusia, semua hal yang berkaitan dengan buku.

17. Makan cumi tepung saus mentega, atau kwetiaw goreng yang penuh topping seafood.

18. Menonton kereta lewat.

19. Bikin ulasan tempat (restoran, coffee shop, toko-toko, museum, dan tempat-tempat lain) di Google Contribution.

20. Beli bunga sedap malam untuk wewangian (bikin rileks)

21. Belanja kebutuhan domestik di pasar atau toko swalayan (memilih-milih sabun detergen atau cuci piring, menimbang beras mana yang sebaiknya dibeli, menyetok banyak mie dan makanan fast food lain, membungkus nugget dan tempura dingin, melihat-lihat rak piring dan gelas meskipun pada akhirnya aku nggak membeli apapun, mengambil berpak-pak tisu dan pembalut, serta banyak barang-barang lain yang menunjang kehidupan domestikku)

22. Sarapan bubur ayam (dari sekian jenis menu sarapan yang selama 25 tahun ini ku makan, bubur ayam adalah yang paling terbaik)

23. Melihat suasana sore yang cerah dan matahari yang bersinar lembut (karena terbiasa mengalami musim hujan dan kedinginan di museum, kalau aku mendapati langit biru atau orens yang terang, aku sungguh-sungguh sangat bersyukur)

24. Loving people and wishing them all the best.

25. Dan tentu saja, menerima bahwa hidupku memang nggak sempurna dan banyak cacatnya. Aku banyak terluka dan melukai, banyak kecewa dan mengecewakan, banyak bersedih dan bikin orang sedih, tapi bagian-bagian yang kacau dan rusak ini justru mengajari dan memberikanku banyak hal; tentang upaya untuk merawat, untuk memaafkan, untuk berserah diri, dan tentu saja untuk lebih menyayangi diriku sendiri.








Selamat ulang tahun yang ke-25, Hamima! Semoga kamu mengingat 25 hal ini ketika kamu merasa sakit dan terluka. Hidup ini sungguh biasa-biasa saja sebenarnya, yang rumit dan kompleks hanyalah isi kepalamu sendiri. Hahaha.

p.s.: ulang tahunku tetap tanggal 15 Oktober ya, ini cuma telat posting aja ^_^

Rabu, Desember 28, 2022

triggered

ratusan hari sudah berlalu dan aku masih kesulitan untuk meregulasikan situasi bagai digentayangi hantu-hantu bisu
perasaan-perasaan takut yang selalu merayap dan membuatku tercekat

kapan ya aku bisa terbiasa? 


Sabtu, Desember 24, 2022

Journal 2: morning fatigue

sudah lama aku mengalami pola aneh selama beberapa bulan terakhir ini; morning fatigue. aku merasa sangat lelah padahal malamnya aku sudah tidur cukup 8 jam, 9 jam, bahkan saking capeknya aku mampu untuk tidur 12 jam dan bangun tidurku masih terasa ngawu-awu. 

di momen-momen yang melelahkan seperti itu, biasanya aku akan mengalami banyak sekali perasaan tidak nyaman yang menyerangku di satu waktu yang sama; aku merasa tidak ingin menjalani hari, merasa tidak mampu bangkit dari kasur, merasa tidak lagi punya dorongan untuk melakukan hal-hal bahkan se sepele menarik selimut yang jatuh ke lantai, merasa segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga, pasangan, teman, hobi tidak lagi ada relevansinya, dan semua hal itu nggak penting. aku sering berpikir untuk resign di saat itu juga dan berlari ke stasiun lalu naik kereta paling pagi untuk kabur ke dekapan ibuku di rumah. perasaan-perasaan itu mengakumulasikan betapa aku muak dengan hidupku saat ini. 

namun anehnya ya semua hal yang aku rasakan itu berkebalikan dengan apa yang pada akhirnya aku lakukan. dalam keadaan yang mengawang seperti itu, aku masih bangun dan melipat selimut, aku lalu mandi dan memasak air, aku lalu bersolek dan menyiapkan bekal makan siang, aku lalu bersiap dan menyalakan motor, semua hal itu aku lakukan sampai aku tiba di museum dan menjalani kehidupanku yang sangat normal di sana. bekerja dan bertemu dengan orang-orang, lalu pulang ketika segalanya telah selesai.

puncak konflik kelelahanku biasanya terjadi di pukul 9 hingga 10 pagi. badanku pegal-pegal (padahal aku tidak habis berlari) dan mataku berat sekali seperti habis ditimpuk, aku juga merasa suntuk yang luar biasa sampai merasa aku ingin meletuskan diri. kalau kondisinya sudah seperti itu, biasanya aku akan mencari udara segar, dan mencari matahari panas (ini momen susah yang jarang aku dapatkan kalau sedang di museum). belakangan ini, di waktu-waktu tertentu aku mendapati diriku sampai tertegun ketika memandangi pohon-pohon rindang yang menjulang tinggi dan bergoyang lembut diterpa angin yang kulihat dari genteng-genteng museum. pemandangan pohon itu membuatku tenang dan bisa membuat napasku lebih kalem. untuk ke depannya, aku akan mengingat cara untuk menenangkan diriku adalah dengan berjemur di bawah hangat matahari sambil memandangi pohon-pohon yang ditiup angin lembut.

aku juga biasanya akan menulis jurnal dan mencatat apapun yang berkelebat di dalam kepalaku. hal-hal yang harus dilakukan, daftar belanjaan, catatan pengeluaran minggu lalu, tagihan-tagihan rumah tangga, janji temu dengan orang-orang, dateline pekerjaan, agenda sebulan ke depan, so many morning dump (sampah-sampah pikiran yang biasanya menumpuk di pagi hari), dan lain-lain. 

aku nggak bisa merokok di museum, karena di museumku merepresentasikan nilai-nilai edukasi dan adat kesopanan Jawa. kalau aku merokok di sini, aku tidak akan mewakili nilai-nilai itu dan akan jadi sesuatu yang kontradiktif karena saban hari aku selalu berbusa-busa menceramahi orang-orang tentang etika dan sopan-santun. memang nggak ada yang salah dengan merokok sih, selama dilakukan di smoking area dan dengan rasa tanggung jawab bahwa bisa jadi ada beberapa orang yang keberatan dengan asap rokokmu. tapi museum tetap bukan tempat yang ideal untuk aku merokok, jadi aku nggak merokok untuk menenangkan diri. 

ngobrol dengan teman kerja juga lumayan sangat membantu. sebenarnya, 70% yang membuat hari-hari berwarna di museum adalah bertemu teman-temanku itu, 30% nya adalah pengunjung (kalau mereka berkelakuan baik), tapi kami pun sebenarnya paling senang kalau tidak ada pengunjung. tidak ada pengunjung berarti di hari itu kami tidak bekerja. tidak bekerja adalah sebuah kemewahan di rutinitas kami yang biasanya menerima dan berinteraksi dengan ratusan pengunjung setiap harinya (desember ini angka kunjungan di museum per hari sudah tembus 1000an orang). bekerja itu memuakkan hahahaha.

dan ritual lainnya (untuk mengatasi morning fatigue) yang paling sakral adalah sarapan bubur ayam. entah kenapa, setiap badanku merasa tidak enak, atau aku merasa akan melalui hari-hari gila di museum, aku akan selalu menangkalnya dengan menikmati semangkuk bubur ayam yang masih hangat, lembut, menenangkan, dan membuat kegugupanmu mereda. bubur ayam adalah siasat yang paling mendamaikan hati sekaligus perutmu kalau kamu tiba-tiba disergap panik dan keresahan-keresahan yang nggak perlu. 

kelelahan yang akut ini akan berlanjut sampai sore. biasanya sepulang kerja, aku akan mampir ke toko swalayan dan membeli es krim atau sesuatu yang manis-manis untuk mengisi kehambaran di dalam diriku. di momen-momen yang seperti ini biasanya aku mulai bisa bernapas lebih leluasa dan sedikit lebih rileks, ternyata di tengah hidup yang rasanya cuma seperti mengulang kekusutan yang sama, aku masih bisa menikmati perasaan-perasaan senang yang kecil seperti makan es krim sambil duduk di balkon kostan dan bengong dengan pandangan kosong. 

oh, betapa aku ingin lebih banyak mengisi paru-paruku dengan udara-udara yang membuatku tenang. bukan kecemasan, bukan kepanikan, bukan ketakutan. 




Senin, Juli 25, 2022

melihat matahari sore tenggelam

pada waktu-waktu sore menjelang pukul 5 hingga 6 petang
pernahkah kamu merasakan bahwa hidup saat itu seolah melambat dan berjalan begitu tenang? 
langit kuning dan gumpalan awan tipis saat itu seolah mampu mendekapmu dan menghibur hatimu yang sedang sedih
kamu tahu kamu sedang gelisah dan pikiranmu bercabang pada banyak sekali hal;
pada banyak peristiwa yang membuatmu berputar-putar kebingungan
pada perasaan-perasaan yang ingin sekali kamu utarakan
dan pada kabar seseorang yang ingin sekali kamu dengar

kamu kesulitan untuk memproses semua situasi itu, 
lalu ketika kamu melihat matahari sore tengggelam, 
kamu menangis sejadi-jadimu

benarkah ketika ia tenggelam, ia juga akan menenggelamkan segala risau dan tanya-tanya tak tertahanmu yang kamu sendiri tak yakin pasti jawabannya? 

tentang mengapa ketiadaan seseorang mampu membuatmu begitu kalut? 

berpendar

Rabu, Maret 30, 2022

pelan-pelan

pernahkah kamu menyadari momen ketika tubuh dan pikiranmu pelan-pelan terasa ingin meledak, membuatmu merasa akan hancur berkeping-keping, lalu tercecer dan jadi sia-sia?

kamu tidak tahan, kepalamu pusing dan kamu mulai menangis. pelan-pelan, kamu memahami bahwa apa yang sedang kamu rasakan saat itu adalah suatu perasaan lelah yang seperti mencekikmu mati, perasaan lelah yang seperti menelanmu brutal, perasaan lelah yang seperti menghisapmu perlahan, menghisap jiwamu, kering. 

kamu lelah sampai kamu merasa kamu akan kehabisan napas, kamu lelah sampai kamu merasa tubuhmu akan tenggelam. kamu lelah sampai kamu pelan-pelan berpikir bahwa dunia di sekitarmu akan redup dan kamu akan ditinggalkan sendirian. 

perasaan lelahmu adalah perasaan yang menghimpitmu, perasaan yang menekan hatimu, sekaligus perasaan yang membuatmu kesepian. pelan-pelan, kamu ingin bertumpu pada sesuatu karena kamu mulai kesulitan menopang berat tubuhmu sendiri, berat hatimu, berat isi kepalamu. 

lalu pelan-pelan, kamu melanjutkan tangismu seperti orang bingung, meratapi diri sambil mengatur napas, memberikan ruang pada tubuhmu untuk berpikir (bahwa kamu tidak akan tenggelam), serta menyadari bahwa rasa kesepian itu nantinya akan berlalu karena sebenarnya kamu masih punya orang-orang yang menyayangimu. kamu ingin terus meyakini hal itu, lalu kamu merapalkannya lamat-lamat, sekuat hatimu. 

kamu menyadari semua momen itu dengan seksama. kamu menyadari tubuhmu, menyadari rasa lelahmu, menyadari kepalamu, menyadari rasa sakitmu, menyadari kesepianmu, menyadari air matamu yang pelan-pelan kamu seka sambil menenangkan dirimu sendiri. 

pelan-pelan. 

tenang, tenang... 

Kamis, Maret 24, 2022

Journal 1: hari-hari normal di museum

aneh tidak, kalau aku bilang, bahwa rutinitas kerjaku di museum saat ini membuatku dapat merasakan sebuah ritme kehidupan? aku tidak menyangka, punya rutinitas itu rasanya sangat normal. aku sampai lupa kapan terakhir kali mengalami perasaan senormal ini, sebab yang selalu aku rasakan bulan-bulan belakangan kemarin adalah perasaan kosong, muram, kosong lagi, lalu muram lagi. kalaupun aku merasa senang, perasaan senang itu masih ku lalui dengan kekosongan yang mengendap di hatiku. tapi, ternyata, aku begitu menikmati kenormalan ini sampai tidak sadar kalau aku telah mengalami banyak perubahan dari cara berpikir hingga caraku merespons situasi. perasaan normalnya adalah perasaan yang akan membuatmu mengerti, kalau hidup memang hanya terus berputar dan berjalan, tak peduli medannya seperti apa, lalu kita sendiri yang pada akhirnya menentukan arahnya akan ke mana dan jadi seperti apa.

perasaan yang sangat normal ini nyatanya bisa membantuku melatih fokus. beberapa pikiran yang berserakan akan sedikit lebih tertata kalau aku mulai mengerjakan hal-hal yang menjadi rutinitasku. aku juga jadi jarang menangis, kalau aku punya hari-hari sulit yang membuatku ingin menangis, aku akan memprosesnya dengan sadar dan tak lagi berlarut-larut menghadapinya seolah kesedihan itu akan tertanam selama-lamanya. selain itu, yang menarik dari semua kenormalan ini adalah; aku jadi lebih sering makan (meski porsi makanku masih sedikit) dan menikmati aktivitas makan itu dengan kesadaran penuh, aku sudah jarang merasa mual dan tiba-tiba ingin muntah tanpa sebab, mulai sering tidur nyenyak (karena sudah terlampau capek di museum), dan mulai lebih responsif terhadap tubuh sendiri, salah satunya respon-respon terhadap rasa sakit yang aku alami secara fisik maupun psikis.

sekarang juga jadi lebih bisa menikmati hal-hal kecil dan sepele, yang sebenarnya tidak banyak orang perhatikan, seperti udara pagi atau udara malam, biru langit atau langit keruh, riuh pasar atau pasar lengang, matahari terik atau matahari hangat, hujan gerimis atau hujan badai, jalanan macet atau jalanan kosong, suasana ramai maupun suasana sepi, dan semua momen-momen yang berlawanan. secara perlahan, aku dapat menikmati beberapa peristiwa itu dan tak begitu ambil pusing.

teman-teman kerjaku di museum juga sangat menyenangkan dan ada kalanya (tanpa mereka sadari) mampu menghibur hatiku yang sering sedih. masing-masing dari mereka punya latar historis dan ‘bagasi’-nya masing-masing yang membuat mereka tampak menarik. di satu sisi, mereka juga yang paling sering menyuruhku untuk lebih banyak makan supaya tidak mudah sakit, paling sering menghardikku kalau tahu aku habis keluyuran sampai larut malam, paling sering menertawaiku karena aku suka sekali melakukan hal-hal bodoh. sebenarnya, ada banyak sekali pekerjaan-pekerjaan di museum yang rasanya berat dan runyam, tapi teman-temanku itu selalu menolong dan mengurai kerumitan-kerumitan itu. masih terasa berat sih, tapi paling tidak beban itu bisa kami pecahkan bersama-sama.

kenormalan ini tentu saja juga membuatku jadi gampang sakit. lokasi museum yang berada di bawah lereng gunung mengakibatkan curah hujan di sana tinggi sekali, hampir setiap hari kami menghabiskan waktu di museum dengan kedinginan dan kehujanan, porsi matahari hangat paling-paling hanya sampai setengah hari. aku selalu mengantongi minyak gosok, minyak telon, minyak angin, aromaterapi, koyo, obat batuk, obat pilek, demam, sakit kepala, pegal linu, vitamin, suplemen makanan, sampai hansaplas. karena terpapar kondisi yang demikian, perasaan yang sering aku alami sepulang kerja kebanyakan adalah perasaan lesu dan ketidakberdayaan, seolah-olah energiku telah tersedot habis karena seharian bertemu dengan ratusan manusia di museum. bahkan seringkali aku sampai muak kalau harus membuka mulut untuk bicara dan mengeluarkan kata-kata. maka ketika sampai di kos, lebih sering aku akan menenggelamkan diri (seperti mode shut down) dan mengisi baterai dengan mengerjakan rutinitas harian. sendirian, tidak ada interaksi, tidak ada kebisingan. 

sepulang dari museum biasanya aku akan melakukan beberapa pekerjaan domestik seperti merapikan kamar, memilah sampah daur ulang dan organik, mencuci kotak bekal makan siang, memasak makan malam, mengangkat jemuran dan melipat pakaian-pakaian, stretching ringan di balkon kostan, lalu mandi, memakai serum dan pelembap, mengerjakan beberapa tulisan, menelpon orang rumah, membaca buku, menonton satu-dua episode film sampai tidak sadar kalau sudah tertidur. kalau aku punya janji temu dengan teman, aku akan mengesampingkan pekerjaan domestik itu dan menemui temanku sampai pukul sepuluh, atau sebelas malam, lalu pulang dan bergegas mandi tanpa sempat membersihkan isi tas kerja, biasanya itu akan ku lakukan keesokan paginya (dengan tergesa-gesa).

di hari libur kerja, yaitu Senin, aku akan bangun sedikit lebih siang sekitar pukul sembilan atau sepuluh (terkadang aku capek harus bangun pagi-pagi untuk bekerja dan kangen sekali menikmati momen bangun siang tanpa gangguan), sambil tetap melakukan beberapa pekerjaan domestik yang bisa dilakukan. ketika sudah siang menjelang sore hari, aku akan menemui Yoga dan menghabiskan waktu bersama laki-laki itu sampai kadang baru pulang pukul duabelas malam. di hari-hari yang berjalan sangat normal itu, seringkali aku berpikir kalau kenormalan-kenormalan ini adalah suatu kemewahan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. tentu saja aku masih punya hari-hari di mana aku merasa sangat oleng dan mletre, seperti ada benda tumpul yang menimpuk kepalaku dengan keras atau seperti terjerembap ke lubang besar menganga di tengah-tengah perjalanan. tapi peristiwa-peristiwa itu masih bisa aku nikmati dengan santai. sekarang segala sesuatunya terasa lebih tenang, lebih kalem, dan tentu saja semuanya itu terasa lebih normal. rasanya enak juga dipikir-pikir.

satu lagi yang membuatku terharu, ini agak klise sih, tapi kenormalan ini ternyata membuatku punya ‘sedikit’ tujuan hidup yang ingin aku capai; aku ingin jadi bermakna dan bisa memberikan ‘sedikit’ arti pada kehidupan orang lain, dan karena itu juga, keinginanku untuk melenyapkan diri jadi semakin jarang belakang ini. i love seeing myself doing better.








*aku menulis ini sambil menikmati jahe panas karena tenggorokanku sedang sakit; malam hujan di bulan Maret 2022.