Senin, Desember 31, 2018

Kaleidoskop 2018: pesan kecil

Sebuah catatan pendek

Saya cuma mau bilang:
2018 telah jadi tahun saya dalam mengenali diri sendiri. Bahwa ternyata, dalam perjalanan menuju usia 21, ada bagian-bagian dalam diri yang baru saya ketahui dan pahami. Bahwa ternyata, saya punya emosi-emosi lain yang baru saya kenali dan rasakan, yang meskipun cuma setitik dan riaknya kecil tetapi sangat berdampak pada perkembangan diri saya.

2018 telah jadi tahun saya mengalami peristiwa-peristiwa besar, begitu pula hal-hal kecil yang langsung membawa saya pada perubahan drastis. Bahwa ternyata, saya bertemu dengan kejadian-kejadian yang sebelumnya tak terbayangkan akan terjadi pada hidup seorang Hamima. Bahwa kemudian, saya dibawa pada garis-garis takdir yang bahkan memikirkannya saja tak pernah. Bahwa kemudian, saya mendapati kalau saya jadi sejengkal lebih kenal dengan anak perempuan bernama Hamima sampai seakan bisa larut ke dalamnya.

2018 telah jadi tahun yang penuh dengan kejutan. Beberapa hal pernah melesak masuk sampai membuatnya pecah, tapi beberapa hal pula pernah tumbuh merekah dan jadi berkah. Untuk setiap kekalahan, untuk setiap kesukacitaan, untuk setiap penderitaan, untuk setiap riuh tawa, untuk setiap perasaan yang hanyut dan larung; terima kasih karena Hamima telah hidup sebaik ini. 

Semua perlu proses, semoga dalam perjalanannya, Hamima tak tumbang dan jatuh terperosok.

Semoga.

menonton pertunjukan teater di Taman Budaya Yogyakarta, 2018

Senin, Desember 24, 2018

Perjalanan-perjalanan di sore hari (episode Jogja)

      Sore itu waktu yang tepat untuk jeda dan berhenti sesaat. Waktu yang tepat untuk mengambil jarak dari aktivitas sehari-hari; yang bikin pusing, yang bikin tenaga kekuras, yang bikin energi habis karena harus menghadapi banyak hal. Sore adalah suasana lembut yang nggak begitu bising dan berisik. Karena se-dalam itu saya memaknai sore, saya jadi suka merencanakan perjalanan dan bepergian saat-saat sore sampai jelang magrib, cuma untuk merasakan hal-hal batiniah yang nggak saya dapat di waktu-waktu lain, cuma untuk meredakan capek dan kembali bikin alarm bagi diri sendiri; untuk selalu bersyukur dan memenuhi diri dengan perasaan baik.

       Beberapa tempat di bawah ini adalah daftar kunjungan saya ketika di Jogja, akan terus diperbaharui selama saya masih dikasih kesempatan untuk jalan-jalan dan ketemu tempat-tempat baru. Untuk edisi di kota lain, mungkin akan saya buat di postingan terpisah. Shalom!

Candi Abang
Sejauh ini, Candi Abang masih jadi tempat yang paling favorit untuk menghabiskan sore. Selain karena lokasinya yang jauh dari riuh ramai kota (ada di desa Jogotirto, Berbah), di sana kita juga bisa lihat pemandangan magis yang bisa bikin perasaan kamu meluruh, ialah matahari tenggelam, dan lenskep Jogja yang mengecil di ketinggian candi. Tiket masuknya murah meriah, cuma perlu bayar uang parkir seharga dua ribu. Jam tutupnya juga fleksibel, tapi karena di Candi Abang masih minim penerangan dan infrastruktur, biasanya ketika sudah sandekala pengunjung di sana langsung berbondong-bondong untuk turun. Hm, nggak berbondong-bondong juga sih, soalnya lingkungan di sana termasuk sepi. Biasanya saya datang sekitar pukul tiga, sama anak-anak antro yang butuh ibadah rohani modal hemat, atau anak-anak teater yang butuh plesiran karena sedang mumet. Candi yang konon bekas peninggalan Mataram Kuno ini bentuknya gundukan tanah yang ditumbuhi rerumputan hijau, dinamai Candi Abang karena bahan bangunannya adalah batu bata berwarna merah (biasanya bangunan candi menggunakan batuan andesit). Btw, kalau mau naik ke Candi Abang harus hati-hati ya, akses di sana lumayan sulit, belum dibangun jalan aspal dan fasilitas yang memadai. Kita harus tracking menuju puncak bukit dengan melewati pepohonan rimbun dan semak belukar lebat, jadi jangan pakai flatshoes yang licin atau sandal japit yang tipis ya, guna meminimalisir hal yang tidak-tidak. 

Kotagede
Kalau kalian suka wisata sejarah dan religi, pasti mengunjungi Kotagede bakal jadi hal yang sangat menyenangkan. Kotagede adalah kecamatan kecil yang masih menyisakan jejak-jejak dan peninggalan kerajaan Mataram Islam di masa lalu. Dulu, Kotagede adalah ibukota kerajaan yang dipimpin oleh raja pertama bergelar Panembahan Senopati. Lokasinya juga nggak jauh-jauh amat soalnya Kotagede masih ada di kabupaten Bantul, ya kira-kira tujuh kiloan lah dari kampus UGM. Biasanya saya drop kendaraan di parkiran Masjid Gedhe Mataram (bayar seribu rupiah saja), terus numpang Ashar di sana, lalu jalan kaki untuk melihat sekeliling; mengitari kompleks masjid, lihat-lihat sendang seliran (tempat pemandian keluarga raja), ke pasar legi, mampir rumah pesik, masuk ke pelosok gang-gang sempit di kompleks pemukiman, ke sentra cokelat monggo, bisa juga beli es doger atau jamu kunir asem di depan masjid. Lalu baru pulang ketika sudah jam tujuh malam.

Hamzah Batik
Saya suka banget belanja di sini! Beli masker tradisional, bedak dingin, sabun-sabun organik, minuman seduh dan wedang-wedangan, obat-obat herbal, sandal lepek yang cuma duapuluh ribuan, tas-tas etnik model totebag, dupa murah dan wangi, lilin-lilin aromatik, dompet-dompet kulit atau batik yang lucu, aksesoris-cinderamata khas Jogja, atau pun sekadar lihat sandang-sandang berbahan batik di lantai satu. Kadang-kadang, Hamzah Batik juga buka fasilitas membatik dengan bayar ongkos limabelas ribu. Terus kadang kita juga bisa lihat proses Nglawong (penempelan lilin dengan canting pada pola) di lantai satu, tapi jamnya agak nggak tentu. Ada juga pertunjukan ketoprak modern setiap hari kamis mulai pukul tujuh hingga delapan malam di lantai tiga. Ada pertunjukan siter di lantai satu dan suka banget bawain tembang-tembang jawanya Gesang atau Ki Narto Sabdo. Ada Cabaret di lantai tiga yang tampil setiap hari jumat dan sabtu, pukul tujuh sampai setengah sembilan. Serta pertunjukan-pertunjukan lain yang mungkin saja ada, tapi belum saya temui. Ke Hamzah Batik nggak bawa duit juga aman kok, soalnya saya sering banget dateng sore-sore dan cuma cuci mata di dalamnya. Tapi seru! Oiya, Hamzah Batik ada di Jalan Malioboro ya, posisinya di seberang Pasar Beringharjo tapi agak ke selatan sedikit. Jangan bingung cari parkir, soalnya di samping Hamzah Batik ada gudang tua yang dijadikan ruang parkir untuk kendaraan motor, pokoknya temuin plang penandanya aja!

Raminten
Biasanya kalau pingin cari wifi dan lagi butuh nongkrong sendirian, saya suka ke Raminten's Kitchen sore-sore, terus beli kunir asem dingin yang rasanya enak banget. Menu favorit lain adalah ayam saus madu yang lembut dan menggiurkan. Btw, Raminten’s Kitchen masih merupakan bagian dari Raminten Group. Tempat ini terbilang cukup baru, lokasinya nggak jauh-jauh amat dari the House of Raminten, saudara kandungnya yang masih tradisional banget itu, tepatnya ada di Jalan Sabirin, Kotabaru. Raminten's Kitchen punya konsep yang lebih segar, tempat ini jauh terlihat modern dan chic, selera anak muda banget, tapi tetap dengan nggak meninggalkan unsur-unsur vintage, jadul, dan sedikit 'klenik' ala Raminten, soalnya keliatan banget dari dekorasi tempatnya. Bau dupanya juga masih tercium jelas. Saranku sih, jangan ke tempat ini kalau siang-siang, soalnya bakal penuh dan berisik sama anak berseragam dari sekolah depan, Raminten's Kitchen baru kondusif kalau sudah sore dan jelang malam. Tapi kalau mau datang ke the House of Raminten juga bisa. Bagi saya, dua tempat itu sama-sama menyajikan eksotisme makanan Jogja dalam balutan tradisional maupun kekinian.

Lempuyangan (sembari menunggu kereta)
Saya paling semangat naik kereta sore-sore dari Lempuyangan menuju Purwokerto. Selain murah, di jam-jam ini kondisi di dalam stasiun juga nggak begitu ramai, tetap ada aktivitas naik-turunnya penumpang sih, tapi kalau sudah sore suasananya jadi agak lengang dan bikin tenang. Saya bisa duduk di depan peron sambil makan Roti 'O (saya suka banget sama roti ini!!!), sambil baca buku atau dengerin lagu, sambil ngobrol sama orang asing kalau ada yang bisa diajak ngobrol, atau cuma bengong dan nggak ngapa-ngapain. Lalu ketika kereta tujuan saya tiba, saya bisa menikmati sore dengan cuma ngalamun dari balik jendela kursi. Lihat langit yang pelan-pelan menguning, lihat matahari yang pelan-pelan meredup.

Undak-undakan di lapangan GSP
Gara-gara diajakin salah satu teman ke sini, saya jadi suka banget nongkrong di undak-undakan lapangan GSP tiap jelang Magrib. Nggak jogging, nggak olahraga, tapi cuma duduk di sana dan bengong, sambil ngobrol sama teman, sambil lihat aktivitas banyak orang dari ketinggian, sambil lihat langit Jogja yang terbentang lebar-lebar, sambil ngerasain semilir angin sore yang lembut dan sepoi-sepoi (yang bikin ngantuk), sambil lihat lampu-lampu tiang di sekitar kampus yang mulai menyala kuning redup, sambil lihat mas-mas ganteng yang barangkali lewat di depan mata. Begitu doang.

Hall Teater Gadjah Mada
Meski sudah jarang banget nongkrong di TGM, saya nggak akan menghilangkan fakta kalau tempat ini pernah jadi tongkrongan terfavorit saya sejak jaman jaya-jayanya main teater. Dari yang kalau siang ada kelas kosong, larinya ke sini, terus sore-sore sebelum latihan, larinya ke sini, sampai larut malam dan baru pulang pagi. Pagi, siang, sore, malam adalah waktu-waktu terbaik untung datang ke TGM, alias nggak ada alasan untuk nggak nongkrong di sana. Wifinya yang kenceng, orang-orangnya (sumpah kangen banget), makanan di cafetaria atau foodcourt, hall teaternya, rokok-rokok yang nyecer di mana-mana, lagu-lagu dangdut, organ tunggal, pisuhan dan makian, latihannya, pentasnya, dan sunggggguuuuuhhhh massssssssihhhhh banyyyyyyyakkkkkkkk yang lainnya!

Jalan Kaliurang km 20an ke atas
Kalau lagi pingin pergi jauh sekalian (tapi tetap bisa pulang ke kost), biasanya saya langsung tancap gas ke arah utara menuju Jalan Kaliurang yang paling atas, yang paling dingin, yang paling tinggi. Menghabiskan empat puluh menit sampai satu jam di jalanan, lalu nongkrong di warung-warung kopi dekat villa, merasakan hawa dingin dan gemertak tapi tetap hangat disapu minuman, dan baru pulang ketika sudah malam, ketika badan sudah sempoyongan dan menggigil tak karuan. 

Wisata Museum
Jalan-jalan sore yang paling estetik adalah berkunjung ke museum-museum, apalagi Jogja merupakan gudangnya museum dan banyak sekali di antaranya yang punya koleksi bagus-bagus, serta worth to visit. Mulai dari museum Affandi yang berada di tepi sungai Gajah Wong, Ullen Sentalu yang ada di Kaliurang atas, Sonobudoyo atau Museum Kereta Keraton yang wilayahnya masih satu kompleks, Wayang Kekayon di Jalan Wonosari, museumnya Pura Pakualaman, museumnya Tembi Rumah Budaya, dan museum-museum lain yang tumpah ruah di kota ini. Tapi karena rata-rata museum enggak buka sampai malam (mentok-mentok jam lima sore), jadi mulailah dengan jalan pada pukul tiga, ya memang masih panas sih cuacanya, tapi dijamin seru dan menyenangkan kok!

Kebun Roti
Kebun Roti punya gerai tetap yang berlokasi di Jalan Bougenville, tepatnya di depan percetakan Mangrove, dekat selokan mataram. Toko roti ini menyediakan roti-roti berbahan organik, yang dibuat dengan ragi alami dan tanpa pengawet, istilah asiknya adalah roti vegan atau roti artisanal. Produk yang dijual Mbak Ane (pemilik toko) sangat beragam, dari mulai jenis pizza, cheesecake, sourdough, pastri, pie, brownies, sampai kue-kue kering model cookies. Di Kebun Roti, juga ada gerai gelato yang lagi-lagi dijuluki produk vegan, namanya Cono Gelateria, gelato yang juga dibuat dari bahan dasar organik, less sugar, tanpa essens, gelatin, premiks maupun bahan kimia berbahaya lain. Saya sering banget nongkrong di sini sore-sore sehabis pulang kelas. Untungnya tempat ini menyediakan fasilitas wifi, saya jadi bisa buka laptop sembari makan roti dan gelato sehat. Anyway, kalau mau bawa pulang roti juga boleh, tapi harus bawa kotak roti atau tas belanjaan sendiri ya, soalnya Kebun Roti tidak menyediakan plastik jenis apapun. ^^

Toko buku
Sebenarnya, main ke toko buku adalah pilihan terbaik untuk menghabiskan sore. Entah ya, tapi bagi saya, membaca buku (selain menonton film dan menulis) adalah hal paling ampuh sekaligus menyenangkan untuk membunuh waktu. Tahu-tahu sudah habis satu jam, tahu-tahu sudah malam hari, tahu-tahu sudah jam satu pagi. Untungnya Jogja punya banyak toko buku yang tersebar di mana-mana, dari yang sekelas Gramedia, yang banyak diskonan seperti Togamas atau Social Agency, yang bisa ditawar sepuas-puasnya seperti Shopping Center, sampai toko buku 'indie' seperti Berdikari Book, Warung Sastra, dan Buku Akik.


Sejauh ini, apakah ada saran dan rekomendasi tempat lain -yang sekiranya seru untuk dihabiskan saat sore hari?

Sandekala di Candi Abang

Minggu, Desember 23, 2018

tau apa anak kecil

malu banget aku ketahuan sama anak laki-laki kecil usia lima tahun
dia duduk di pangkuan ayahnya yang tertidur pulas, perutnya dilingkari tangan ayahnya
anak itu diam, lama sekali, anteng dan tidak berisik, sambil masih melihatku
sementara aku susah payah mengerjapkan mata dan tersenyum tipis padanya

paling-paling di kepalanya tumbuh pertanyaan-pertanyaan aneh, kenapa mata perempuan itu membesar seperti habis dipukuli, kenapa mata perempuan itu berair dan memerah, kenapa perempuan itu juga tampak menyedihkan dan tidak enak dilihat, perempuan itu tidak seperti perempuan kebanyakan yang merona cantik dan berseri-seri

perempuan itu aneh, anak kecil itu mengernyitkan dahinya kebingungan

laju kereta mulai melambat, suhu gerbong diatur rendah, jariku keriput dan ya sudahlah
mana tau menangis anak sekecil itu
hidup ini tahi, dia belum tahu saja


stasiun yogyakarta, menuju ke barat, 2018

Jumat, Desember 21, 2018

Sabtu, Desember 15, 2018

mantra untuk kakak perempuan


tahun lalu aku masih bisa mampir ke kostnya
sore-sore gerimis
sambil memberikan sebuket bunga
dan menulis surat cinta panjang
lantas saling mengumpat satu sama lain, seperti kebiasaan kami

sekarang sudah nggak bisa
ketika kita jadi dewasa
ternyata kita akan berhadapan dengan banyak hal
ternyata kita akan diantar pada peristiwa-peristiwa
besar, kecil, runyam, sepele
yang bikin senang yang bikin mau tenggelam
yang bikin menangis yang bikin seakan-akan langit mau jatuh
yang bikin merinding maupun
yang bikin kepala pusing seperti dihantam sesuatu yang berat
dan perempuan itu kini tengah di antaranya

aku mau bilang ini, berkali-kali
mungkin sampai telinga siapapun bosan
kalau nanti udara jadi terasa menyesakkan
kalau nanti malam jadi terasa dingin mencekam
kalau nanti pagimu kabur dan kamu seakan meluruh
ingat apa yang aku bilang;
hidup memang berat
tapi kita harus terus kuat

jangan berhenti
jangan surut
jangan mati
jangan padam
jangan tergilas
jangan mengabu

selamat merayakan hidup untuk kakak perempuanku, annarentika
selamat telah tumbuh dengan baik
jadi mekar dan merekah selalu
jadi harum dan berseri selalu
jangan biarkan binarmu redup
jangan biarkan pendarmu pudar
kita semua harus tetap menyala
meski kecil dan lirih 
meski rapuh dan sayup-sayup


—dari aku yang suka kamu pisuhi hahaha!

Kamis, Desember 13, 2018

Merawat ingatan: tempat-tempat paling intim di Kalimantan (bagian tiga dan post apresiasi)

Tulisan ini akan jadi sangat panjang, karena selain melanjutkan seri tulisan yang sebelumnya (bagian satu bisa dibaca di sini, bagian dua di sini), di akhir tulisan saya juga akan buat semacam apresiasi post untuk teman-teman yang telah membersamai saya selama di Kalimantan kemarin. Nggak begitu bertele-tele sih, tetapi cukup menguras waktu kalau kalian mau membaca tulisan ini secara utuh, serta ikut merasakan bagaimana saya melarungkan diri pada berbagai hal (ciailah). Tulisan ini (dan bagian sebelum-sebelumnya) adalah tulisan kontemplatif yang mewakili saya sepenuhnya. Untuk itu, selamat menikmati!


Halaman belakang rumah Bapak Syaiful
Rumah Bapak Syaiful termasuk rumah panggung khas Kalimantan berbahan pokok kayu, dengan tinggi lantai sekitar tinggi orang dewasa. Kata beliau, arsitektur yang demikian dibuat untuk memudahkan mereka ketika sedang membersihkan sampah. Kolong rumah yang tinggi itu juga sekaligus menjadi tempat serbaguna; menyimpan barang, kendaraan, dan perkakas rumah tangga lain. Bapak Syaiful, yang juga merupakan guru ngaji di RW 01 itu sering sekali menjamu kami dengan beragam makanan ketika kami berkunjung ke sana, atau ketika kami ikut ngaji di sana saat sore hari. Di bagian belakang rumah Bapak Syaiful tersebut, terdapat space kosong yang digunakan untuk menjemur pakaian, berhadapan dengan pekarangan yang ditumbuhi lebat pepohonan. Pernah di suatu sore saat itu, saya dan teman-teman satu subunit mendapat undangan makan siang bersama di rumah beliau, setelahnya kami bertujuh sok ngide duduk-duduk di halaman belakang rumah tersebut dan malah keterusan ngobrol ngalor-ngidul. Saat itu, saya langsung tercetus keinginan untuk membuat rumah seperti rumah Bapak Syaiful kelak, rumah panggung kayu yang tinggi dengan halaman di sekeliling yang rimbun. Tapi sumpah, di sana enak banget buat jagongan dan sirkulasi udaranya juga silir!


Es buah Panca Agung
Satu mangkuknya 7000 rupiah, varian buah dan esnya banyak, dan tempat ini juga jual gorengan yang enak-enak. Lokasinya ada di Panca Agung, di pinggir jalan poros persis, agak jauh dari Karang Agung tapi masih bisa dijangkau pakai motor lah. Saya lupa siapa yang duluan ngajak saya ke sini, bisa jadi Sheila, Rara, Yoga, Topik, atau Nur (terus baru dikasih tau Amri kalau ternyata dia yang ngajak saya duluan hahaha), tapi semenjak itu, es buah Panca Agung sukses jadi markas paling favorit untuk nongkrong ketika jenuh banget di lokasi KKN. Cuaca Kalimantan yang terik parah akan langsung meluruh kalau sudah disandingkan dengan semangkuk es buah nikmat yang bikin ngiler.


Bakso klenger Panca Agung
Nama baksonya memang aneh, tapi bakso klenger inilah yang berhasil menyelamatkan suasana hati buruk saya dan beberapa teman-teman. Saya masih inget banget, hari itu adalah hari di mana Rara lagi bete karena gagal dapet pinjeman drone dari orang pemerintahan. Kebetulan saya juga lagi merasa nggak enak dan hawa-hawanya pingin melarikan diri terus (kenapa ya saya bermasalah banget dengan apa-apa yang terjadi di sini). Saya spontan mengajaknya makan bakso di Panca Agung (karena di rumah nggak ada makanan juga), tapi karena kami berdua nggak punya uang, saya lantas melipir ke subunit 2 untuk berhutang pada Chusna dan dikasih lima puluh ribu rupiah. Setelah itu langsung tancap gas menuju Panca Agung, petang-petang menjelang magrib sambil beryes-yes ria karena bisa pergi jauh meskipun cuma ke desa sebelah. Bakso di tempat ini enak, porsinya besar, jual es cokelat juga, ya standar lah seperti bakso-bakso pada umumnya. Tapi perasaan yang didapati setelah menyantap satu mangkuk bulatan daging itu adalah perasaan yang menyenangkan sekaligus mengenyangkan. Kami senangnya tiada tanding!


Jalanan menuju Pimping
Beberapa sore sering saya habiskan dengan mengendarai motor menuju Pimping, sebuah desa adat yang dihuni oleh hampir seluruh masyarakat asli Dayak. Kalau sama Sheilla, biasanya kita akan berhenti di warung depan lapangan bola, duduk-duduk sambil merokok dan ngobrol sama pemilik warung. Kalau sama remaja-remaja lokal –Sune, Toha, Latief, biasanya berhenti di Balai Adat lalu cuma muter-muter di sepanjang jalan. Atau kalau sama Rara, ya juga tanpa tujuan, kadang sambil cari toko cat, lalu beli susu, dan sisanya ya cuma let it go doang sambil nyanyi-nyanyi berisik di atas motor. Di jalan raya menuju Pimping ini, suasana yang bisa kamu hayati adalah berupa: udara segar yang sayup-sayup diterpa angin, pemandangan hutan di kanan-kiri yang jelas terlihat (ada tanaman lain selain sawit kok), langit biru yang terbentang bersih dan cerah seperti habis dipel, rumah-rumah panggung milik penduduk asli Pimping, serta jalan poros yang meliuk halus dan enak banget buat ngebut sembari mbengak-mbengok. Tapi hati-hati, jangan sampai nabrak anjing, nanti kena denda!


Tribun Lapangan Garuda
Tribun adalah tempat paling aman untuk menangis dan merokok, sekaligus the warmest place ever se-jagat Kalimantan Raya. Di lapangan bola yang penuh oleh rumput liar itu, ada sebuah tribun penonton yang diletakkan di pinggir lapangan. Warnanya hijau dan undak-undakannya ada tiga. Tribun paling asik kalau ditongkrongi selepas magrib sampai malam jadi larut, sampai udara jadi dingin tapi nggak bikin menggigil, sampai langit jadi meriah karena ditumpahi bintang, sampai kamu nggak perlu mencemaskan hal lain karena di tribun semua keresahanmu akan lenyap dan menguap. Gila nggak sih, padahal cuma tempat duduk penonton doang, tapi bisa bikin saya bicara banyak begini. Kalau lagi senang, larinya ke tribun, terus rebahan di undakan paling atas sambil nontonin langit dan main sambung puisi sama anak-anak lain. Kalau lagi bingung karena nggak nemu ide buat ngonsep acara pesta rakyat, larinya ke tribun, terus duduk-duduk aja sambil bengong dan telpon orang-orang di Jogja. Kalau lagi capek seharian habis ngurusin lomba 17an, larinya ke tribun, terus tiduran sambil liatin anak-anak lain bersih-bersih lapangan, sambil sambat "kakiku rasanya kayak copot". Kalau lagi pusing, larinya ke tribun, terus ngobrol sama Sheila sampe tau-tau udah ngerokok aja. Kalau lagi kacau dan nggak punya tempat buat nangis, larinya ke tribun, terus duduk gelap-gelapan di bawah tiang bendera sambil misek-misek, padahal ada banyak anak lagi berburu foto bintang di tribun, tapi karena gelap jadi nobody's care gitu loh. Bikin lega banget lah tribun lapangan itu. Kunjungan terakhir saya di tribun ya pas malam pesta rakyat berakhir, saat itu rasanya lepasssssssss banget, terus habis dangdutan - joget-joget - foto bareng, saya langsung lari ke tribun, rebahan di undakan paling bawah, selimutan pakai jaket sambil batuk-batuk karena lagi radang tenggorokan, terus tiba-tiba tidur sekitar satu jam. Sampai tau-tau saya kebangun karena dikelilingi anak-anak yang berisik di tribun. Habis itu saya terjaga di lapangan sampai pagi, nemenin cowok-cowok beres-beres panggung dan ngangkut sound system (nemenin doang, nggak sanggup bantuin soalnya nggak punya tenaga lagi), sampai kemudian saya disuruh pulang biar bisa tidur. Lalu sekitar jam 3 pagi, barulah saya diantar Bang Jali naik motor kesayangan subunit 1, sambil kedinginan dan menyadari ternyata udara malam Kalimantan bisa bikin menggigil juga.


Pelabuhan Tanjung Selor
Pelabuhan ini jadi tempat terakhir saya meninggalkan jejak di Kalimantan, sebelum kemudian saya berlayar ke Tarakan untuk naik pesawat. Di hari terakhir sebelum kami diberangkatkan menggunakan speed, saya dan Rara sempat duduk-duduk di pinggir geladak. Bengong, nggak ngapa-ngapain, dan cuma melihat lalu lalang kapal. Kalau ditimbang, rasanya berat banget waktu itu. Kayak ditinggal orang mati, padahal Kalimantan akan terus hidup dan merekah, pun dengan orang-orang yang bernaung di sana, kehidupan bakal terus jalan dan berputar. Nggak ada hal yang beda, kecuali kami hilang dari dataran itu, sambil menyisakan perasaan-perasaan aneh terhadap tempat dan orang-orang di Kalimantan. Kalau dibilang sedih, ya sedih banget, bagi saya dua bulan itu bukan waktu yang sebentar untuk memaknai begitu banyak hal. Tapi kalau dibilang senang, ya senang banget, gila apa, Kalimantan adalah bentuk berkat dan kebaikan yang melimpah. Kapan lagi saya bisa belajar, menempa diri, berproses, dan mengenali banyak sekali hal (peristiwa, orang-orang, perasaan) kalau bukan karena Kalimantan? Yang jelas, ingatan-ingatan kolektif ini akan terus saya pupuk dan rawat, soalnya mengingat itu adalah hal mewah dalam hidup. Apa ya? Biar kita nggak lupa dengan diri kita sendiri, itu saja sih.


LALU tibalah saya pada seri terakhir tulisan ini, pada bagian di mana saya akan bilang terima kasih dan maaf pada teman-teman satu persatu. Tadinya saya mau skip saja, soalnya saya rasa ini hal yang sangat personal, tapi karena dari awal saya sudah cerita dan membeberkan banyak hal, maka nggak masalah deh kalau kemudian saya menuliskan ini semua, murni karena saya pingin bilang terima kasih dan maaf, sekaligus apresiasi saya setulus-tulusnya pada teman-teman semua. Perkara ada yang baca atau enggak, ya bodo amatlah.

Untuk Reza kormanit, yang disebelin banyak anak tapi I do believe kalau kamu sudah cukup stress dan pusing mengurus banyak hal, terimakasih sudah bekerja keras dan maaf kalau selama ini tim kita pernah merepotkanmu. Untuk Esa kormasit, yang nggak suka dengan hal-hal semacam bangun siang, keluyuran sampai pagi, atau bonceng tiga, terimakasih sudah mau kami panggil Papa ('kami' merujuk pada anak-anakmu di subunit satu) dan jadi sosok yang melindungi, maaf untuk tingkah laku kami yang seringkali ngawur. Untuk Zufar si kormater yang hobi belajar dan sangat well-prepared akan banyak hal, terimakasih sudah memperhatikan program-program soshum dan jadi kepala kluster yang baik, maaf kalau dalam beberapa kali merealisasikan program, kamu mendapati kalau aku banyak sekali punya kendala dan kena masalah, sorry ya.

Untuk teman-teman subunit 1 yang karakternya warna-warni: Bang Jali yang pendiam tapi enak kalau diajak ngobrol dan jago masak, terimakasih ya Bang sudah mau anterin pulang jam 3 pagi selesai acara pesta rakyat, maaf suka nggak bantuin masak kalau dapet jatah piket. Teti yang suka tiba-tiba joget dan panik at the same time, aku banyak belajar cara kamu manajemen waktu lho! Maaf ya Butet kalau pernah bikin kamu cemberut. Intan yang atletis dan paling rajin bangun pagi, aku kagum banget sama sikap sabarmu menghadapi kita-kita yang pemalas, maaf ya kalau suka serampangan dan nggak sopan selama kita tinggal bareng. Juga untuk Rara yang dikit-dikit nyanyi dan bisa killed her boredom dengan hal-hal menyenangkan, (gua akan ganti gaya bicara dan menulis panjang ya) Ra, kalau gua udah sama lu, gua jadi auto-tidak bersedih gitu, soalnya pembawaan lu menyenangkan. Elu sangat enerjik dan kayak punya warna sendiri yang memancar. Meski perkenalan kita terjadi secara struktural (karena ada KKN), tapi gua sama sekali nggak ngarep dan membayangkan kalau kita bakal deket begini. Jujur aja, kesan pertama gua pada elu adalah; jutek amat ini orang, jadi gua nggak membuat ekspektasi apapun. Trus, setelah kenal cukup lama, gua melihat bagian diri gua ternyata ada di dalam diri lu juga, dan dalam beberapa hal, kita punya kesukaan dan ketidaksukaan yang sama. Gua juga jadi punya temen nyanyi lagu band-band alternatif, karena selera musik kita lumayan mirip, seru banget. Terimakasih ya karena telah jadi partner gua melakukan segala bentuk perbuatan waton di Kalimantan; kelayapan, pulang malem, ngabisin rokoknya Sheila, bangun siang, gonjrang-ganjreng gitar, bikin kormasit dan kormanit marah, bonceng tiga, mengulangi kesalahan, menyalahkan diri sendiri, dan bikin tebak-tebakan di mana cuma gua dan elu doang yang tau jawabannya. Aneh banget sih pertemanan ini. Jangan ada lagi koe lungo pas aku sayang-sayange ya. Semoga konten jokes kita juga semakin kaya dan beragam.

Untuk teman-teman soshum yang sering banget rapat karena kormater kita emang rajin: Agus yang nyebelin tapi paling pinter ngomong dan berdiplomasi, terimakasih ya Gus sudah backup banyak di pesta rakyat, maaf ya kalau pernah bikin kecewa. Isna yang melankolis tapi punya keberanian yang meletup-letup, terimakasih sudah menemaniku nangis di teras rumahmu dan jadi teman yang selalu menguatkan, maaf banget ya kalau pernah bikin kamu sakit hati, aku tau kok pasti pernah hehe. Nabila yang sense of art-nya paling ku kagumi, tulisannya bagus, dan pintar bikin puisi, terimakasih udah bantu acara dengan pertunjukan wayangmu yang keren itu, maaf ya Bil kalau pernah nggak bantuin kamu pas program. Emre, yang juga mengingatkanku pada Thovan, terimakasih ya Mre sudah bekerja keras dan membantu lomba futsal dengan jadi wasit, maaf kalau di beberapa kegiatanmu aku jarang terlibat dalam prosesnya. Juga untuk Chusna, yang bosok tapi jadi peganganku paling kenceng di Kalimantan, 2018 jadi tahun kedekatan kita karena aku dan Chusna satu kelompok KKN. Nggak tau gimana, tapi selama di sana, aku banyak deep convo sama Chusna, terutama soal hal-hal yang terjadi pada kami di Kalimantan. Chusna baik banget meskipun dia suka marah-marah, dia banyak backup aku dan jadi sandaranku ketika aku bener-bener nggak tau lagi harus ke mana. Kita juga jadi saling pegangan satu sama lain, kenceng banget, takut-takut kalau kita jatuh dan berdarah meski pada akhirnya kita jatuh beneran. Cuma sama Chusna, aku berani bilang ‘pingin nangis’ atau ‘dadaku sesek nih’ tanpa harus takut ditanya kenapa. Cuma sama Chusna, aku nggak ragu buat membeberkan semua hal yang bikin resah dan cemas. Cuma sama Chusna, aku bisa ngobrol sampai mataku terasa merah dan berat. Chussssss, pokonya thanks a lot telah membersamaiku selama ini, terutama di masa-masa kritis selama KKN. Aku berdoa banyak untuk proses pemulihanmu, semoga tahun ini kita jadi kuat dan sehat selalu ya, semoga tahun ini kita sudah nggak kenapa-napa lagi, semoga kita memang beneran jadi sembuh. Tolong maafin kalau aku pernah bikin kamu sedih.

Untuk teman-teman acara pesta rakyat yang mau ku repoti mengurus ini-itu: Amri yang keren dan tipe teman yang rame, terimakasih ya sudah bantu jadi PJ lomba futsal, pokoknya tanpamu futsal nggak akan semeriah kemarin lah, maaf ya Mri kalau kerjaanmu jadi repot dan banyak begitu. Yoga yang serampangan tapi selalu tampil ceria dan menyenangkan, terimakasih banget Yog sudah bantu banyak di pesta rakyat, terutama jadi PJ jalan sehat, maaf ya kalau rentetan tanggung jawab itu pernah bikin kamu pusing dan capek. Mbak Vina yang baik hati dan murah sekali senyum, terimakasih ya Mbak sudah mau ku mintain jadi MC di berbagai acara dengan senang hati, maaf kalau pernah bikin tersiksa dan kesal akan ini-itu. Juga untuk Mbak Nur, (gua akan ganti gaya bicara lagi ya) gua kadang sebel gitu kalau elu tiba-tiba dateng sambil bilang; mim pingin nangis, mim gue lagi sedih nih, mim gue lagi galau nih, karena gue nggak suka gitu kalau seorang Nur Hasanah yang hobi banget ketawa dan goblok-goblokin diri sendiri tiba-tiba berubah jadi menye dan menyedihkan gitu. Jujur dari awal kita kenal, gua sebenarnya udah punya firasat kalau kayaknya kita bakal jadi temen deket, soalnya gua merasa ada banyak bagian dalam diri elu yang juga seperti bagian di diri gua (gak kayak first impression gua terhadap Rara), dan karakter kita lumayan-lumayan mirip, bedanya mungkin gua sedikit agak tertutup  ya. Terimakasih pokoknya sudah backup Mima dan jadi sandaran gua kalau capek, lu orang yang paling tahu banget lah ketika gua suka nangis-nangis nggak jelas dan jadi lebay sama perasaan sendiri, yang paling tahu titik lemah dan hancurnya gua kala itu. Inget gak elu pernah ngechat gua, lu nangis habis sholat gara-gara sedih liat gua tertekan, terus gua bilang sama elu ‘jangan sedih-sedih bah kak, ayo kita selesain ini dulu, biar bisa lepas, biar ga sesek lagi di dada, biar lega’? Itu asal elu tau aja ya, gua ngetiknya sambil gemeteran karena panik dan pusing rundown acara diacak-acak sama orang sana, hahaha. Tahun ini semoga banyak hal baik yang melimpah terjadi pada kita ya!

Untuk teman-teman yang lain: Mbak Masyi yang lucu dan menggemaskan, terimakasih ya sudah jadi teman yang baik dan suka mengingatkan pada hal-hal yang seharusnya, maaf kalau suka ngutang pulsa terus bayarnya lama huhu. Farah yang jadi idola tapi memang karena kamu baik dan menawan, terimakasih Far sudah bangunin dengan lemah lembut buat sholat shubuh, maaf ya kalau suka becanda nggak bener wkwkwk. Wawa si teknisi handal yang serbabisa, terimakasih ya Wawa sudah membantuku banyak hal, terutama di beberapa program yang memang butuh keahlianmu, maaf kalau pernah bikin marah ataupun kesel. Puput yang polos dan suka bikin terheran-heran, terimakasih Put untuk segala jasa (materi, sarana, perlengkapan) yang menunjang kebutuhan hidup kami semua di tanah Borneo, salam buat Pak Panji Agung ya Put, maaf kalau aku suka banget nggodain kamu, habisnya kamu polos sih!

Mas Aziz yang suka komentarin jidatku, terimakasih ya sudah pernah bilang kalau aku ini tipikal anak ceria yang bisa menghidupkan suasana hahaha belum tau aja dia, maaf ya Mas kalau pernah bikin marah. Fauzi yang agak pendiam tapi pintar mengaji, terimakasih sudah bantu ngurus keuangan tim kita dengan amat baik dan jujur, pasti pusing ya, maaf juga ya kalau suka goda-godain kamu, habisnya alim banget sih. Rheza WEB yang ekspresi mukanya selalu lempeng tapi diem-diem suka banget jail, terimakasih banget ya sudah bantu urus dokumentasi dan publikasi selama program, maaf banget pasti aku banyak ngerepotin dan nyuruh-nyuruh kamu bikin ini-itu. Moyo yang aku kira tipikal cewek yang straight tapi ternyata salah total, terimakasih sudah jadi teman yang seru dan selalu siap diajak main, maaf ya Jah aku pernah ikut nangis pas kamu nangis di dalam forum wkwkwkwk aku aja enggak paham. Tata perempuan paling lemah lembut dan penyabar, sekaligus cekatan dalam banyak hal, bakwan jagungmu enak banget Ta! Terimakasih ya sudah mau bantuin Mima bikin penilaian buat lomba kebersihan lingkungan, maaf kalau karenanya kamu jadi repot dan nambah-nambahin pekerjaan kamu.

Try Hart, orang kedua yang juga suka komentarin jidatku, terimakasih ya Try, saya tahu loh diam-diam kamu kadang memperhatikan dan mau peduli untuk hal-hal yang sering orang nggak aware, maaf kalau suara ketawaku keras banget sampe-sampe kamu sering melototin aku. Bote, teman paling seru dan berisik sekaligus partner paling sigap kalau diajak nongkrong di Joice, terimakasih ya sudah bikinin cilok, yang sambelnya langsung bikin diare, maaf juga ya kalau suka ngata-ngatain kamu dan bikin repot banyak hal, tapi kayaknya enggak pernah sih wleee. Dan terakhir untuk Sheilla (gua akan berganti gaya bicara dan menulis panjang lebar lagi ya): Sheil, pas jam tiga pagi lu minta gua nemenin lu minum dan setelahnya lu nangis-nangis, gua jadi bisa melihat sisi lu yang lain, yang hampir nggak pernah lu tunjukin pada orang-orang, yang bikin gua meluruh dan salut sama elu. Gila, cewek se-Kalimantan yang paling jago dan berani, yang tomboy abis, yang suaranya selalu terdengar lantang, yang seolah-olah nggak pernah merasa takut terhadap apapun, ternyata punya sisi lembut dan ringkih juga, bahwa elu juga punya masa-masa di mana beban lu udah cukup menumpuk dan bisa pecah kapanpun, masa di mana elu sudah kesulitan menahan segala yang berat dan yang bisa lu lakuin cuma nangis. Enggak papa Shel, nangis o, aku ono ning sampingmu selalu, bagi gua lu adalah orang terkeren se-Kalimantan, lu sudah bertahan dan berjuang dengan baik. Panggil gua selalu ya in case lu butuh seseorang untuk menemani lu. Terimakasih ya Sheil sudah jadi temen paling gokil. Tolong jangan berubah, gua suka banget sama gaya lu, sama cara lu ngata-ngatain gua, sama cara lu memaki semua hal, sama cara lu bilang goblok dan bangsat keras-keras. Maaf juga ya kalau pernah bikin lu kesel, ya ini pasti sering sih. Pergi lu jauh-jauh banget, asal inget jalan pulang mah gapapa deh. Tahun ini semoga kita dipertemukan dengan banyak keajaiban-keajaiban ya, terutama untuk kisah romansa lu yang itu, ampun lah nekat banget sih lu tong.


the hardest, but best thing in life

pelangi pertama di Kalimantan, difoto pas lagi sedih

Gengnya Mima


Akhirnya, saya akan bilang ini:
Terimakasih sekali kita pernah bersama-sama jadi seterpuruk dan sebahagia itu. Di Kalimantan dan setelah Kalimantan, semoga kita semua bisa terus tumbuh dan berkembang dengan baik. Semoga kita semua bisa selalu mekar dan merekah dalam berbagai peristiwa. Untuk itu, sampai jumpa dan selamat bertemu di kesempatan yang lain!

Rabu, Desember 12, 2018

Rinjani: Filosofi Potong Rambut

    Apa yang terlintas di pikiran kalian setelah beberapa bulan ke belakang ini kalian dilanda banyak hal lumayan pait dan lumayan getir? Semua itu terjadi secara beruntutan seperti mercon rentengan yang meretas satu-satu. Satu meledak, habis, satu meledak, habis, satu meledak, habis.

    Bagi saya adalah: potong rambut.

    Rinjani merupakan nama sebuah salon kecantikan yang berlokasi di Manggung, Jalan Kaliurang KM 5 (gang selatan Tempoe Gelato masuk, lurus terus sampai melewati perempatan, kira-kira rumah ke 2 atau 3 di kiri jalan). Salon khusus perempuan ini menyediakan jasa perawatan rambut dan make up dengan biaya yang amat murah! Mahasiswi Jogja pasti sudah akrab mendengar bagaimana Rinjani menjadi salon yang paling ramai dikunjungi karena; servis keramas, potong rambut, ngeblow, nyatok, yang hanya berkisar lima ribu rupiah! Betapa ajaibnya! Rinjani hadir bagai penolong di tengah-tengah hidup yang sedang babak belur –bukan secara harfiah, tapi Rinjani lumayan bikin psikis saya agak waras.

    Saya sebenarnya sudah jarang ke salon untuk potong rambut. Soalnya saya suka punya rambut yang panjang, yang bisa diiket atau diurai, sesuai mood. Dan belakangan ini saya jadi sadar kalau ternyata sudah lama sekali saya membiarkan rambut saya tumbuh sampai panjangnya sepunggung, tanpa pernah terpikir untuk memotongnya. Lalu baru kali ini, saya punya niat lain untuk potong rambut, bukan untuk memotong rambut saja, bukan cuma untuk membuatnya pendek, tapi karena saya lagi berantakan dan ingin buang sial.

    Klasik, ya?

    Saya jadi ingat bacaan soal tukang cukur yang dilansir oleh laman historia. Seorang pakar sejarah Asia Tenggara, Anthony Reid, menyebut rambut sebagai sesuatu yang suci bagi kebanyakan orang Asia Tenggara. Mereka percaya rambut mempunyai kekuatan. Jadi jika orang Asia Tenggara memutuskan untuk mencukur rambut, itu berarti dia sedang bersedih atas suatu peristiwa.

    Kita juga jadi tahu lewat adegan-adegan di film, bagaimana potong rambut itu menjadi sarana sang tokoh film melepaskan emosi dan perasaan sedihnya. Lihat saja Tris (Beatrice Prior) di film Insurgent, setelah dihantui mimpi buruk, paginya perempuan itu langsung mematut diri di cermin dan menggunting rambutnya sendiri. Potong rambut really means a lot to those who feel worse.

    Rinjani cuma salon kecil dengan dua ruangan yang lebarnya tak lebih dari tiga meteran. Bangunannya berdiri di sekitar komplek rumah. Halaman parkirnya tak begitu luas dan pegawainya kebanyakan ibu-ibu muda. Tapi salon ini selalu penuh disesaki pengunjung, karena pemberlakuan tarif yang sangat ekonomis dan tentu saja servis yang bagus!

    Kayaknya saya agak kuno ya karena begitu meyakini dongeng tua soal potong rambut bisa buang sial? Meskipun nyatanya, sampai hari ini, saya masih dilanda beberapa kesialan dan kesedihan. Saya terima, dan saya nggak akan mengelaknya (soalnya semua hal di hidup kita pasti berkaitan dan punya maknanya masing-masing). Tapi potong rambut jadi cara saya untuk melepas hal yang sudah-sudah, memotong episode yang pait-pait, bagian yang dirasa apes, lantas membuangnya. Cuci piring yang kotor. Satu kesedihan telah selesai dan berakhir. Itu saja.

    Saya kemarin-kemarin janji, November adalah bulan saya menyudahi semuanya. Saya harus segera selesai dan damai dengan bagian hidup saya yang telah lewat itu, supaya saya bisa melanjutkan hidup dan bisa buat kesalahan kembali. Hidup adalah soal membuat kesalahan sebanyak-banyaknya bukan? Saya kira saya sudah terlalu lama jadi badmood dan merasa sedih melulu untuk kasus yang lewat itu –sampai saya bikin runyam banyak hal. Jumat itu, sore hari setelah potong rambut, saya langsung bilang pada diri sendiri; saya akan melakukannya dengan benar. Bukan berhenti bersedih, tapi memperbanyak rasa syukur dan cinta. Bukan melupakan, tapi merelakan. Bukan menghakimi, tapi menerima.

    Kata orang, hidup yang baik itu bukan hidup yang terbebas dari kesedihan dan penderitaan, tapi hidup di mana kesedihan itu berkontribusi terhadap perkembangan diri kita. Ini berat, tapi saya akan coba. Kita semua harus coba.

    Terima kasih banyak Rinjani, makasih juga pada Mbak Erna (pegawai yang waktu itu menangani saya). Hasil potong dan catokannya mampu memulihkan enerji saya berkali-kali lipat. Kini, tak hanya kepala yang terasa lebih enteng, namun hati juga.

    Semoga begini terus.

hal-hal waras


ke pasar tradisional
ke museum
ke festival
ke pameran
ke toko kue
toko kaset
toko buku
toko bunga
naik becak
sepedaan
sore hari
tidur siang
bermain tebak-tebakan
bangun subuh
gerimis pagi
mandi air hangat
mendengar lengger
membaca fabel
ayam panggang sambal kari
beras kencur
canai susu
bubur sum-sum
jus jeruk
bakwan jagung
jahe panas
nonton wayang
kaliurang atas
gondokusuman
prawirotaman
suryatmajan
creambath
maskeran
dipijat
pakai perona pipi
pakai selimut
pakai japit
ke luar kota
berendam di air terjun
tiduran di rumput
memancing
manjat pohon
ke kali
makan belimbing
jambu air
ketawa
menyapa orang asing
lari-lari
ayunan
selonjoran
ngobrol sama nenek
dipeluk
naik kereta api
bertemu ibu

Selasa, Desember 11, 2018

ngalamun di kereta

hari yang indah untuk melarikan diri