badai lebat

by - Juli 10, 2020

I've been trying to remember that
all the thoughts I'am having may be real,
but that doesn't make them true


tidak mau segamblang ini menjelaskan situasi. tapi pengungkapan seperti apa yang dapat menggambarkan bahwa aku masih sering menangis selain dengan mengatakannya secara terang-terangan; ya, aku masih sering menangis.

beberapa sebab dapat ku jelaskan dengan mudah, namun yang lebih banyak terjadi adalah kebingungan-kebingungan mendapati mengapa diriku menjadi seolah begitu terluka, entah kenapa. aku mengakui respon-respon emosi tersebut selalu muncul ketika sedang sendiri dan tengah larut dalam ombak pikiran, dalam suasana malam yang panjang, lengang dan tak ada ujung, atau dalam sepi-sepi yang seperti hantu, terasa begitu mengerikan.

namun satu hal yang harus selalu aku lekatkan dalam diriku; aku tak boleh menangis di depan orang, jujur saja bagiku itu seperti aib yang harus disimpan. pun karena aku sudah berkali-kali bilang bahwa aku tidak ingin diingat sebagai sesuatu yang menyedihkan, meskipun sudah pasti kebanyakan dari kalian telah menganggapku bahwa aku adalah seorang anak perempuan kecil yang gemar bersedih, dan rapuh. tapi tak apa, bentuk kesedihan itu sesungguhnya aku telan dan proses untukku pribadi, tidak aku sandingkan di depan manusia, tapi kalaupun itu tumpah di sana, berarti aku sedang tak benar-benar mampu untuk menahannya.

lagipula kita ini siapa? cuma manusia yang bagai diam, tapi rumit, serta ringkih, seperti mengapung di lautan lepas, tak sungguh-sungguh paham dengan apa yang sedang terjadi. aku percaya betul enerji itu menular. aku cuma tidak mau menulari orang-orang dengan kegelapan yang aku punya. jadi ketika gelombang emosi yang bergulung itu tiba-tiba menerjangku, aku akan berhenti dan menepi sesaat. aku akan hilang dan membiarkan diriku tertelan dalam pusaran waktu. menyelam sebentar untuk merasakan getar dari kedalaman emosi yang kuterima. sinyal-sinyal yang merespon bahwa ada sesuatu dalam diriku yang perlu aku proses. lantas menampungnya dan ku olah untukku pribadi. meramunya menjadi rangkaian pesan yang barangkali akan ku kirimkan pada diriku di masa silam, kini, dan suatu saat nanti. pesan-pesan yang akan membawaku pada kesadaran realitas. kesadaran akan entitas.


lalu ketika aku telah rampung, aku akan pelan-pelan menyambut diriku kembali dan menggenggamnya erat dengan sekuat hatiku. "yang aku punya cuma diriku sendiri" adalah sesuatu yang apa adanya.

aku boleh lepas dan tercerai-berai, tapi tidak untuk waktu yang kekal. kalaupun badai lebat ini akan menyerangku kembali, setidaknya aku tahu bagaimana caranya bertahan meskipun kekacauan ini seperti melumatku hidup-hidup.

yang selama ini aku lakukan adalah mencoba dan bertahan, mencoba dan bertahan, mencoba dan bertahan. aku tidak tahu akan terbawa ke mana, aku tidak berani mengharapkan apa-apa, aku tak sungguh-sungguh sekuat itu, dan aku pun tak sungguh-sungguh sehebat itu.

tapi tidak apa-apa, tidak apa-apa, semua orang mengalami ini. aku rasa bukan hanya aku yang bisa menangis sesenggukan di tengah malam selama hampir tiga jam, bukan hanya aku yang melalui hari gila penuh pikiran pahit selama berminggu-minggu, bukan hanya aku yang mendamba sesak dan kekalutan yang menggumpal di dada.

seperti aku, mereka mungkin menyimpannya rapi dalam kotak-kotak yang mereka sembunyikan. kesedihan itu selalu terpelihara dalam ruang personal orang-orang.

selalu belajar. selalu selamat.



(9/7)
malam hujan lebat, merayakan hari pertama menstruasi yang begitu sentimental. tai.

You May Also Like

0 Comments