Journal 2: morning fatigue

by - Desember 24, 2022

sudah lama aku mengalami pola aneh selama beberapa bulan terakhir ini; morning fatigue. aku merasa sangat lelah padahal malamnya aku sudah tidur cukup 8 jam, 9 jam, bahkan saking capeknya aku mampu untuk tidur 12 jam dan bangun tidurku masih terasa ngawu-awu. 

di momen-momen yang melelahkan seperti itu, biasanya aku akan mengalami banyak sekali perasaan tidak nyaman yang menyerangku di satu waktu yang sama; aku merasa tidak ingin menjalani hari, merasa tidak mampu bangkit dari kasur, merasa tidak lagi punya dorongan untuk melakukan hal-hal bahkan se sepele menarik selimut yang jatuh ke lantai, merasa segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga, pasangan, teman, hobi tidak lagi ada relevansinya, dan semua hal itu nggak penting. aku sering berpikir untuk resign di saat itu juga dan berlari ke stasiun lalu naik kereta paling pagi untuk kabur ke dekapan ibuku di rumah. perasaan-perasaan itu mengakumulasikan betapa aku muak dengan hidupku saat ini. 

namun anehnya ya semua hal yang aku rasakan itu berkebalikan dengan apa yang pada akhirnya aku lakukan. dalam keadaan yang mengawang seperti itu, aku masih bangun dan melipat selimut, aku lalu mandi dan memasak air, aku lalu bersolek dan menyiapkan bekal makan siang, aku lalu bersiap dan menyalakan motor, semua hal itu aku lakukan sampai aku tiba di museum dan menjalani kehidupanku yang sangat normal di sana. bekerja dan bertemu dengan orang-orang, lalu pulang ketika segalanya telah selesai.

puncak konflik kelelahanku biasanya terjadi di pukul 9 hingga 10 pagi. badanku pegal-pegal (padahal aku tidak habis berlari) dan mataku berat sekali seperti habis ditimpuk, aku juga merasa suntuk yang luar biasa sampai merasa aku ingin meletuskan diri. kalau kondisinya sudah seperti itu, biasanya aku akan mencari udara segar, dan mencari matahari panas (ini momen susah yang jarang aku dapatkan kalau sedang di museum). belakangan ini, di waktu-waktu tertentu aku mendapati diriku sampai tertegun ketika memandangi pohon-pohon rindang yang menjulang tinggi dan bergoyang lembut diterpa angin yang kulihat dari genteng-genteng museum. pemandangan pohon itu membuatku tenang dan bisa membuat napasku lebih kalem. untuk ke depannya, aku akan mengingat cara untuk menenangkan diriku adalah dengan berjemur di bawah hangat matahari sambil memandangi pohon-pohon yang ditiup angin lembut.

aku juga biasanya akan menulis jurnal dan mencatat apapun yang berkelebat di dalam kepalaku. hal-hal yang harus dilakukan, daftar belanjaan, catatan pengeluaran minggu lalu, tagihan-tagihan rumah tangga, janji temu dengan orang-orang, dateline pekerjaan, agenda sebulan ke depan, so many morning dump (sampah-sampah pikiran yang biasanya menumpuk di pagi hari), dan lain-lain. 

aku nggak bisa merokok di museum, karena di museumku merepresentasikan nilai-nilai edukasi dan adat kesopanan Jawa. kalau aku merokok di sini, aku tidak akan mewakili nilai-nilai itu dan akan jadi sesuatu yang kontradiktif karena saban hari aku selalu berbusa-busa menceramahi orang-orang tentang etika dan sopan-santun. memang nggak ada yang salah dengan merokok sih, selama dilakukan di smoking area dan dengan rasa tanggung jawab bahwa bisa jadi ada beberapa orang yang keberatan dengan asap rokokmu. tapi museum tetap bukan tempat yang ideal untuk aku merokok, jadi aku nggak merokok untuk menenangkan diri. 

ngobrol dengan teman kerja juga lumayan sangat membantu. sebenarnya, 70% yang membuat hari-hari berwarna di museum adalah bertemu teman-temanku itu, 30% nya adalah pengunjung (kalau mereka berkelakuan baik), tapi kami pun sebenarnya paling senang kalau tidak ada pengunjung. tidak ada pengunjung berarti di hari itu kami tidak bekerja. tidak bekerja adalah sebuah kemewahan di rutinitas kami yang biasanya menerima dan berinteraksi dengan ratusan pengunjung setiap harinya (desember ini angka kunjungan di museum per hari sudah tembus 1000an orang). bekerja itu memuakkan hahahaha.

dan ritual lainnya (untuk mengatasi morning fatigue) yang paling sakral adalah sarapan bubur ayam. entah kenapa, setiap badanku merasa tidak enak, atau aku merasa akan melalui hari-hari gila di museum, aku akan selalu menangkalnya dengan menikmati semangkuk bubur ayam yang masih hangat, lembut, menenangkan, dan membuat kegugupanmu mereda. bubur ayam adalah siasat yang paling mendamaikan hati sekaligus perutmu kalau kamu tiba-tiba disergap panik dan keresahan-keresahan yang nggak perlu. 

kelelahan yang akut ini akan berlanjut sampai sore. biasanya sepulang kerja, aku akan mampir ke toko swalayan dan membeli es krim atau sesuatu yang manis-manis untuk mengisi kehambaran di dalam diriku. di momen-momen yang seperti ini biasanya aku mulai bisa bernapas lebih leluasa dan sedikit lebih rileks, ternyata di tengah hidup yang rasanya cuma seperti mengulang kekusutan yang sama, aku masih bisa menikmati perasaan-perasaan senang yang kecil seperti makan es krim sambil duduk di balkon kostan dan bengong dengan pandangan kosong. 

oh, betapa aku ingin lebih banyak mengisi paru-paruku dengan udara-udara yang membuatku tenang. bukan kecemasan, bukan kepanikan, bukan ketakutan. 




You May Also Like

0 Comments