Kopi sialan dan promag pertama

by - Maret 28, 2018

    Saya nggak tau kalau ternyata pola makan saya yang sak sak e itu akan jadi hal yang serius dan berdampak terhadap sistem pencernaan saya, kirain cuma jadi missing habit saya saja. Soalnya nggak pernah saya merasa sesakit ini cuma karena pola makan, pol-polan ya rasa lapar yang amat. Mungkin karena sudah pada tahap terlalu sering ya, jadi kebiasaan jelek itu kemudian menumpuk dan jadi pecah pada masanya. Malam kemarin ketika sedang rapat KKN (kapan-kapan saya cerita soal tim ini) di fakultas sebelah, setelah tegukan kopi yang kedua kali, tiba-tiba saya merasa nggak enak badan. Gejala yang pertama adalah karena tiba-tiba saya ingin muntah, perut rasanya jadi tidak karuan, seperti ada yang sedang menggelinding dan bertabrakan di dalamnya. Tadinya saya masih bisa mengabaikan hal tersebut soalnya saya pikir itu cuma perasaan saya saja, atau halusinasi akibat pusing pikiran, tapi makin lama badan saya malah jadi merinding, tangan saya sampai dingin dan bergetar.

    Saya lalu berbisik pada Chusna, teman saya yang waktu itu duduk di sebelah saya, ‘Chus, pingin muntah’, dia melihat kopi kaleng yang tergeletak di depan saya, lalu langsung melotot ke arah saya, ‘Kamu terakhir makan kapan?’ tanyanya dengan nada tinggi. Saya memicingkan mata sambil berpikir, kapan ya, kapan ya, astaga, lalu baru ingat kalau sepertinya pagi tadi sekitar pukul sepuluh saya memasukan nasi ke dalam perut, setelah itu saya biarkan perut saya kosong sampai delapan malam ini saya jejali kopi kalengan yang saya beli di minimarket dekat kos. Mungkin malam itu adalah akumulasi perasaan ingin muntah terbesar karena sudah beberapa hari belakangan ini saya selalu telat makan dan kurang tidur. ‘Bego, asam lambungmu naik itu!’ Chusna memaki saya. Saya yang nggak ngerti apa itu asam lambung hanya hah-heh-hah-heh nggak paham. Saya lalu ijin ke toilet dan muntah-muntah di sana, tapi nggak ada yang bisa saya muntahkan, alias rasa mual itu hanya sampai pada kerongkongan saja, menolak untuk dilahirkan ke luar. Saya bingung dan makin pusing.
    
    Wajah saya nampak pucat kalau lihat di cermin tadi, tapi saya cuek dan malah membubuhi lipstik tebal-tebal di bibir. Saya kembali ke forum lalu Chusna marah-marah lagi karena saya masih sempatnya menenggak kopi sialan itu. Perempuan Solo itu lalu mengambil kopi saya dan menyerahkannya pada anak laki-laki, digilir ke mulut mereka semua, sampai kopi saya habis. Saya melenguh dalam hati, tapi mengutuk diri juga, kenapa pengetahuan sedasar ‘kalau perut kosong jangan minum kopi’ ini nggak saya pahami? Kenapa saya harus merasa mual dulu baru mengerti kalau ternyata hal-hal tersebut dapat menaikkan asam lambung saya? Apa itu asam lambung dan kenapa pula ia harus naik? Saya mengutuk diri dua kali akibat kebodohan itu.

    Teman saya yang lain lalu memberikan promag setelah Chusna bilang pada dia kalau saya habis muntah-muntah. Promag? Kenapa harus minum ini? Saya nggak mau awalnya, soalnya kan saya gak pernah sakit maag, lagian saya juga nggak bisa menelan obat pil. Chusna semakin geram, dijelaskannya kalau saya harus minum obat warna hijau itu supaya sembuh. Saya bertanya sekali lagi untuk memastikan, ‘Obat ini pait nggak?’ saking skeptisnya saya pada obat. Pol-polan kalau saya sedang merasa nggak enak badan, saya cuma akan membalut diri dengan minyak tawon milik Bapak, jahe hangat, atau minuman seduhan lain, dipijat Ibu, lalu tidur sambil berdoa pada Gusti minta kesembuhan.

    Cara minum promag ini dikunyah ternyata, hal pertama yang baru saya ketahui seumur hidup, rasanya pun nggak begitu pait, malah seperti sedang mengunyah kapur barus. Saya menenggak air putih banyak-banyak setelahnya, memastikan supaya tidak ada sisa gerusan obat yang mengganjal di dalam mulut. Saya belum baikan sesudahnya, perut masih aneh, kali ini seperti ada yang menyalakan pendingin ruangan di dalam perut, rasanya dingin. Seorang teman kemudian menawarkan jasa membelikan makanan, apa saja, asal bisa dikonsumsi dan masuk ke dalam perut. Chusna juga meminjamkan aplikasi gojeknya supaya saya bisa memesan nasi. Hari itu jadi pingin menangis karena ada banyak sekali orang baik, Chusna lebih-lebih, meskipun anak itu selalu bicara dengan nadanya yang mbengak mbengok.

    Makanan tiba di depan mata, berkat kemurahan Dzat paling ajaib se jagat raya bernama Tuhan, saya lalu menyantap nasi ayam dan beberapa potong roti bakar yang dibelikan teman saya tadi. Betulan ajaib, setelah semua sajian masuk ke dalam perut dan ritual malam saya akhiri dengan menenggak air putih, saya lega sampai taraf ubun-ubun. Hal-hal yang mengganjal dan membuat sesak rasanya lepas. Sehabis itu saya nggak lagi merasa ingin muntah, jemari saya sudah nggak tremor, badan nggak lagi merinding seperti disusupi hawa-hawa negatif, nggak ada lagi nyeri pada bagian ulu hati, pokoknya saya pulih dan segar kembali. Terima kasih selebar-lebarnya kemudian pada teman-teman KKN yang suka menolong sesama, upah kalian pasti besar di surga nanti, saya yang jamin, saya yang jadi saksinya. Terima kasih pada promag aneh yang harus dikunyah karena meredakan perasaan mual, terima kasih pada kopi sialan karena sisa-sisamu mengendap di tenggorokan orang lain, terima kasih pada tisu toilet, wastafel, dan cermin yang memucatkan wajah saya, terima kasih wujud-wujud kasih Tuhan lainnya yang mungkin menyamar menjadi botol minuman yang saya tenggak, roti bakar yang saya makan, lipstik merah yang saya olesi pada bibir, atau orang-orang yang bertanya ‘Sudah mendingan?’.

    Malam itu untuk pertama kalinya, saya tahu bagaimana rasanya zat asam yang ada di lambung itu bisa naik dan mengacaukan proses metabolisme di dalam tubuh saya. Mungkin habis ini saya akan pergi ke dokter, bertanya tentang gejala dan bagaimana cara mengatasinya. Sedih juga kalau saya dilarang-larang untuk nggak boleh mengonsumsi kopi.

oh ini yang namanya promag

You May Also Like

4 Comments

  1. Wah, bungkus promagku sebentar lagi akan terkenal!

    BalasHapus
  2. Mim, enakan mylanta sirup. Tapi gimana-gimana sakit ga enak. Ayo kita menjadi sehat (bisikkan kalimat itu seperti mantra setiap kali menunda makan).

    BalasHapus