Kejutan: Kos Saya Banjir!

by - November 19, 2018

    Butuh waktu sekitar 15 detik bagi saya untuk benar-benar sadar kalau air yang perlahan masuk ke dalam kamar adalah air hujan yang meluap dari jalanan depan. Sepertinya gara-gara saluran air di samping kos mampet, dan bersamaan dengan itu juga, saya terkejut ketika mendengar mbak-mbak kos saling berteriak. “Banjirrr… Banjirrr…” pekikan dengan nada melengking itu memenuhi seantero kostan. Sampai sekarang kalau dengar kata itu, saya suka agak pusing setelahnya. 

    Saya beneran lagi linglung waktu itu. Saya nggak akan menyangka hujan deras siang itu benar-benar akan mengantarkan saya pada peristiwa tragis ini. Kamar saya lagi agak rapi, jadi saya bisa langsung menyelamatkan barang-barang yang tergeletak di lantai seperti laptop, charger, tas dan lain-lain. Tapi karena saya juga diserang panik, saya sampai bingung harus melakukan apa, sementara air yang masuk semakin tinggi. Tangan saya bahkan gemeteran dan nggak sengaja menjatuhkan buku-buku yang memang numpuk di meja, semua kena air dan basah, saya telat mengambil arsip-arsip di bagian kolong meja, akibatnya ijazah saya basah dan surat-surat lain sobek. Sumpah saat itu saya panik banget.

    Hujan terus menderas dan saya langsung nangis saat itu, ketakutan. Saya langsung menarik rak buku dan memindahkan isinya ke atas lemari, lalu menyeret rak tersebut ke belakang pintu untuk menahan air. Saya langsung masuk-masukin semua barang yang sekiranya bisa diselamatkan ke dalam lemari dan menutupnya rapat-rapat. Saya melakukan apa saja untuk menyelamatkan banyak hal –tapi ujung-ujungnya saya tetap kelimpungan dan berakhir dengan duduk lemas di atas rak kayu, air mulai naik sampai setinggi betis (20 cm-an), saya lalu menelpon bapak dan terisak, ini adalah pengalaman pertama saya menghadapi banjir, dan saya nggak tahu harus bagaimana. Di luar kamar, saya bisa dengar mbak-mbak kost lain juga saling memekik dan kalang kabut, tapi kami memang nggak bisa minta tolong sama siapapun, kami kejebak di kamar masing-masing, dan hujan makin deras sampai sekitar dua jam kemudian. Selama itu, saya cuma bisa atur napas supaya jadi tenang (meskipun lagi-lagi ujungnya saya nangis), saya mulai pasrah dan minta dengan sungguh-sungguh pada Tuhan untuk mengatur sisanya, saya ikhlas banget dibikin porak-poranda begini. Di tengah suasana kalut, kadang-kadang kita memang bisa jadi sangat relijius dan Tuhan bisa langsung dianggap seperti sahabat karib.

    Sekitar pukul empat, barulah hujan mulai agak mereda. Saya masih lemas dan kedinginan, tapi karena banjir nggak bisa diatasi hanya dengan memelas, saya dan mbak-mbak kost lain dibantu beberapa warga langsung melinting celana dan membersihkan kekacauan itu. Bapak kost langsung membenahi saluran air yang ternyata mampet dan memperbaiki macam-macam. Rara tiba-tiba datang (tujuannya untuk pinjam sepatu tapi ndilalah pas saya lagi kena musibah) dan langsung ikut bersih-bersih. Kamar saya jadi berantakan banget. Kasur saya kerendam, barang-barang di bagian pojok kamar luput saya selamatkan, bunga-bunga kering pemberian teman saya tenggelam, dan benda-benda kecil lain terapung di atas air banjir. Saya dan mbak-mbak kost lain seketika tertawa, kami agak satir dengan kejadian tragis ini, mana sempat kami berpikir kami akan kebanjiran di sela-sela kami sedang maskeran, makan siang, tidur, atau cuma layah-leyeh di kasur? Mata saya masih sembap, tapi anehnya saya juga yang paling kencang tertawa. Kepala saya mulai pusing, sehabis bersih-bersih sampai menjelang magrib (ngepel sampai sendi-sendi pegal linu), saya dan Rara langsung cabut ke Olive untuk makan. Se-berantakan apapun hidup, saya harus terus isi enerji biar nggak mati dan sia-sia, rapal saya diam-diam. Paha ayam sore itu tiba-tiba jadi terasa nikmat banget, entah kenapa.

    Malamnya setelah mengemasi beberapa pakaian, saya langsung ngungsi ke tempat teman. Kamar saya belum siap untuk ditiduri meskipun sudah surut dan bersih. Lagipula saya juga mendadak butuh banget teman tidur, jadi kemudian saya diantar Rara (btw thx a lot Ra sudah bantu banyak!) ke kostan Nur. Saya terkapar dan menggigil di kamarnya, kepala saya masih berat dan rasanya jadi ngantuk banget saat itu. Ponsel saya mulai berisik karena ternyata kabar bencana banjir yang menimpa kost langsung ditanggapi oleh banyak orang. Teman-teman antro bahkan dengan serentak mempublikasikannya ke instagram dan ikut berempati dengan macam-macam encouraging words, meskipun saya agak geli, saya lumayan jadi terhibur dan langsung feeling better.

    Saya nginep di kost Nur cuma sampai dua hari. Ketika paginya dia berangkat kuliah, saya akan pulang ke kost untuk membereskan dan menata ulang kamar. Jemur kasur, jemur buku-buku, jemur ijazah, melaundri pakaian dan sepatu, mengepel ulang lantai kamar, mencuci peralatan makan, membuang barang-barang yang hancur akibat disapu air, membersihkan rak buku dan rak piring, dan kalau sudah sore menjelang malam, saya akan kembali ke tempat Nur dan tidur di sana. Besoknya, saya pulang lagi dan mengurus semuanya. Capek, jelas. Pusing, banget. Karena ternyata barang saya di kamar ada banyak sekali –dan saya tipe orang yang suka mengoleksi banyak hal, bahkan arsip-arsip saat SMA pun masih saya simpan dan ikut diterjang banjir pula. Sambil beres-beres itu, saya masih sempat nangis. Sendirian dan ketakutan. Betapa sebenarnya saya ini posesif juga akan hal-hal tertentu, saya sedih dan nggak rela kalau beberapa hal harus jadi rusak, hilang bahkan terbuang.
    
    Sehabis tragedi banjir, saya yang memang sebelumnya lagi sering nangis, jadi tambah sering nangis dan cemas sendiri. Sekarang kalau dengar hujan deras saya jadi agak gemetar dan kuatir. Rupanya, banyak hal terjadi belakangan ini, saya terus-terusan diantar pada banyak peristiwa aneh selama beberapa bulan ini, saya nggak tahu sehabis ini saya akan mengalami apalagi. Hidup benar-benar nggak bisa ditebak akan jatuh seperti apa. Peristiwa banjir dan banyak hal lain yang terjadi rasanya seperti runtutan kejutan yang memaksa saya untuk menelan itu semua. Saya cuma bisa berharap, semoga saya akan baik-baik dan jadi kuat selalu.

    Mim, ini cuma bad day, bukan bad life, kalem lah. Saya menenangkan diri meskipun sambil bergidik.

You May Also Like

0 Comments