sebuah upaya pelarian diri

by - Desember 28, 2016

setelah seharian dari pagi sampai malam berkutat di hall teater gelanggang yang kabarnya akan digusur (sumpah sedihnya enggak ketolong, bangunan sakral tempat sehari-hari anak-anak teater bermukim akan dilenyapkan...), esok paginya tanggal 20 desember aku memutuskan untuk minggat ke suatu kota yang jauh dari Depok Slemanku berada, suatu kota di utara pulau Jawa dan sebelahan sama laut Jawa, suatu kota yang asing dan nggak pernah kuinjak lagi setelah berbelas-belas tahun lamanya...

ke Semarang doang padahal. hahahaha.

ini adalah bentuk pelarian diri yang paling dinanti setata-surya! kadang-kadang aku merasa sangat butuh tempat lain selain tanah tempatku kuliah di Jogja dan kampung tempatku pulang di Purwokerto untuk bernapas, aku tuh perlu udara tempat lain untuk membuat waras dan kepalaku dingin, meski Kaliurang atau Gunungkidul sudah berhasil banget jadi penawar sih... terus kan masa aktifku di Jogja sudah ku baptiskan berakhir di pertengahan desember —serentak dengan jadwal ujianku yang kelar dan rapat tetek-bengek lain yang ikutan tamat. dan ketika jatahku di Jogja habis, coba tebak aku akan ke mana? jelasnya ya pulang ke kampung, tapi aku nggak mauuuu. maka dari itu kemudian aku melacur (melayang-layang dan meluncur) di Semarang. kenapa Semarang? kenapa enggak Bukittinggi? Manado? Timika? Pulau Alor? ya jawabannya ada di duit sih, lagian Semarang dekat banget, perjalanan berkisar antara tiga sampai empat jam, dan di sana banyak teman-teman SMA yang bisa ditebengi kos-kosannya untuk tidur (melarikan diri modal hemat).

di Semarang, aku diadopsi oleh seorang teman berpipi besar dari jurusan kesehatan masyarakat bernama Virgi! perempuan itu mengijinkanku untuk tidur di kasur kosnya dan ndompleng bersama motor mio dan helmnya untuk pergi ke tempat-tempat yang nantinya bakal aku kunjungi. untungnya, teman-teman Undip sudah selesai ujian semua, jadi waktu hidupnya Virgi enggak begitu terganggu-terganggu banget dengan kehadiran seorang Hamima yang jatuh tersungkur dari bulan ini, hahaha.

menginjakkan kaki di Semarang, rasanya gimana ya... kaya aneh aja sih soalnya aku benar-benar hidup dengan membawa diriku sendiri dan enggak kenal sama orang-orang yang berada di sekeliling aku. Semarang just same like other places; panas, lalu lintas semrawut, orang-orang berteriak aneh-aneh (posisiku waktu itu di terminal Sukun), pohon-pohon sedikit, dan udara kota masih campur polusi mesin kendaraan berknalpot. ibukota Jateng ini sungguh berisik, tapi di saat yang bersamaan aku merasa begitu akrab dengan kehiruk-pikukannya.

lalu aku dibawa Virgi menuju kosnya yang dekat dengan kampus Undip. perasaanku beda lagi mendadak; aneh, adem, bisa lihat Undip, lihat anak-anak yang kuliah di sana, lihat tempat fotokopian, printer, laundri, burjo, warteg, kopisap-kopisop, swalayan, berkerumun di wilayah kampus. emang norak kan aku aja enggak paham dengan diriku sendiri, semuanya bermodal 'udara Semarang enak juga ternyata kalau dipikir-pikir'.

di Semarang aku cuma hidup selama tiga hari. list tempat yang ingin aku kunjungi sudah kubuat sungguh-sungguh di dalam sketch book (buku gambar yang alih fungsi menjadi buku agenda) di antaranya adalah; pasar-pasar tradisional seperti prembaen, johar, suryokusumo, tambak lorok, bangetayu, randu sari, peterongan, gang baru, karang kembang, dargo (banyak ya!), taman djamoe indonesia, museum jamu nyonya meneer, kota lama, tekodeko koffiehuis (nama cafe), kampung jamu semarang, masjid agung jawa tengah (ingin sholat di sana dan lihat matahari terbenam di menaranya), pagoda buddhagaya watugong, klenteng-klenteng ibadahnya orang Semarang kaya sam poo kong atau tay kak sie, museum ronggowarsito, komplek pecinan, museum muri, semarang art gallery, bahkan ingin juga numpang lewat ke sunan kuning... salah satu lokalisasi di Semarang.

tapi teman-teman.......... aku sedikit sedih karena realitanya aku dan Virgi hanya jalan-jalan di sekitar kota (melihat tugu muda, lawang sewu, mall-mall, yang mana kita harus 'turun' dari wilayah atas dan menempuh sekitar 20 menit perjalanan, ibaratnya Undip ada di atas sedangkan pusat kota peradaban ada di bawah), ke pasar gang baru (melihat ekonomi pasar pada pagi hari, beli bubur sum-sum, liat pertokoan orang cina; melihat babi-babi tergolek tak berdaya dan macam-macam peralatan sembayang), menyusuri komplek pecinan (TAPI AKU SEDIH DI SINI KARENA ENGGAK BISA KE PASAR SEMAWIS! DI SANA JUALAN MAKANAN-MAKANAN PECINAN TAPI KATA VIRGI PASARNYA CUMA BUKA PAS WEEK END DOANG SEDANGKAN INI hari rabu, jadi ya sudah deh aku cuma bisa menangis dalam hati), terus kita ke kota lama (biasa, harus menunaikan ibadah wisata sajyaratun) mampir ke pasar klitikan barang seni yang dihelat oleh paguyuban Padang Rani (pedagang barang seni) dan mendapati barang-barang aneh super lawas yang dijual, nemu lukisan yang dikasih harga jutaan rupiah, beli es teh sambil jalan kaki melihat-lihat sekitar, foto-foto, duduk di depan warung orang sambil bengong ngeliatin jalanan, mampir ke semarang art gallery dengan harga tiket ceban dan cari angin di dalam, ke pagoda buddhagaya malam-malam dan mengendus-ngendus di depan dupa (ingin beli dupanya tapi duitku jatahnya untuk makan), ngefoto bapak dan ibu yang sedang ibadah, ke kedai kopi hitssss di Semarang, having a lunch di Toko OEN yang atmosfirnya kolonial abis (lihat sejarahnya di http://tokooen.com/en/history_of_toko_oen) dan super mehong tapi aku cuma pesan cappucino late panas dan roti isi keju di sana hahahaha. aku juga main sama teman-teman SMA yang kuliah di Undip (they were so friendly! thanks aniwei!), dan jadi sedikit hapal jalan-jalan kecil di sekitar kos Virgi karena sering banget sebentar-sebentar keluar buat cari makan di warteg. kamis sorenya pukul lima, aku kemudian berpulang ke Purwokerto karena orang rumah sudah edan marah-marahnya nyuruh pulang padahal baru tiga hari aku minggat, tapi juga karena duit sudah makin tipis dan enggak enak mengganggu kehidupan Virgi terus, aku beneran pulang sore itu, naik Kamandaka dan menghabiskan uang sembilan puluh ribuku yang berharga. 

thankssss maksimal untuk Virgi jagoanku yang telah berkorban seluruh jiwa raganya untuk membantuku memenuhi nutrisi rohani dengan melalang-buana di kota Semarang. mudah-mudahan Tuhan selalu banjiri kebaikan-kebaikan di hidup Virgi! aku kenyang secara jiwaaaa!

oh ya, dalam perjalanan menuju rumah, aku cuma menghabiskan waktu di kereta dengan melamun,


untung tidak ada bumbu-bumbu air mata.

You May Also Like

0 Comments