Juno: Potret 'Teen Pregnancy' yang Jujur

by - Desember 09, 2017



“A comedy about growing up… and the bumps along the way”


    Ketika saya selesai  menonton film Juno di program screening bulanan yang digalakkan oleh klub film saya di kampus, saya langsung mengumpat pada diri sendiri, kenapa saya baru nonton film sebagus ini sekarang?  Lalu geleng-geleng kepala saking tidak habis pikir saya dibuatnya.

    Juno adalah film bergenre drama komedi yang diproduksi tahun 2007 dan disutradarai oleh Jason Reitman. Film ini menyoroti kisah Juno MacGuff (Ellen Page) remaja perempuan usia enam belas tahun yang dihadapkan dengan kehamilan di luar rencana bersama teman sekelasnya, Paulie Bleeker (Michael Cera). Juno dan Bleeker adalah remaja SMA yang berteman dekat dan sering nge-band bersama, dan ya... dua remaja yang juga punya keingintahuan dan dorongan yang besar akan seksualitas.

    Perasaan bingung dan resah jelas muncul pada scene awal ketika Juno mengetahui kehamilannya lewat test pack yang dibelinya di sebuah toko. Juno yang masih sangat belia itu tidak tahu harus melakukan apa, sementara kandungannya mulai menginjak usia 2 bulan dan perutnya semakin besar. Juno kemudian memberi tahu Leah (Olivia Thirlby), sahabat dekatnya, tentang kehamilannya. “It’s probably just a food baby. Did you have a big lunch?” tanya Leah yang membuat Juno memutar bola matanya.

    Juno lalu bersiap mengumumkan kabar kehamilannya kepada ayahnya (J. K. Simmons) dan ibu tirinya, Brenda (Allison Janney). Mereka diminta duduk di kursi tamu dan mendengarkannya bicara. Melihat gelagat Juno yang nampak begitu serius, Brenda menebak kalau mungkin saja Juno barusan dikeluarkan dari sekolah akibat mengonsumsi narkoba. Tapi kemudian Juno mengatakan dengan cepat, “I’m Pregnant.” yang membuat Mac MacGuff, ayahnya, melontar “Oh, God.” dan respon Brenda yang menghibur, “I didn’t even know that you were sexually active.” Meskipun awalnya memang sangat terkejut, orang tua Juno kemudian mencoba bersikap bijak, mereka membantu menyelesaikan masalah tersebut dan memberi dukungan moril kepada Juno. Ibunya bahkan memberi tahu hal-hal apa saja yang harus dilakukan Juno ketika dirinya sedang hamil, seperti harus rutin pergi ke dokter, meminum vitamin, dll.

Mac dan Brenda

    Berbagai solusi dicari untuk mengatasi kasus kehamilan Juno yang tidak direncanakannya itu, sampai kemudian pilihan aborsi sempat terbesit di pikiran Juno. Tetapi hal itu ia urungkan setelah melihat seorang perempuan muda tengah melakukan protes di depan klinik aborsi sambil mencekal papan bertuliskan ‘no babies like murdering’. Juno lalu berinisiatif memberikan anaknya kelak untuk diadopsi kepada keluarga yang membutuhkan atau pasangan gay/lesbian yang menginginkan anak.

    Dibantu ayahnya, Juno kemudian menemui pasangan muda yang belum dikaruniai anak, adalah Mark (Jason Bateman) dan Vanessa (Jennifer Garner), a yuppie couple with a huge house in sub urbs. Vanessa adalah wanita karir, sedangkan Mark merupakan seorang komposer. Setelah melakukan perjanjian, pasangan tersebut bersedia mengadopsi anak yang dikandung Juno.

    Hari-hari Juno dilalui dengan biasa, ia masih pergi ke sekolah dengan seragamnya meskipun perutnya semakin membuncit. Teman-teman di sekolahnya juga gemar memandangi perut Juno, tapi hanya sekadar itu, tidak ada adegan mencemooh atau menuduh. Sementara itu, hubungannya dengan Bleeker malah menjadi renggang. Meskipun Bleeker sempat beberapa kali menemui Juno, Juno merasa tidak perlu lagi menemui Bleeker. Bahkan ketika Bleeker meminta Juno untuk datang ke prom bersamanya, Juno menolak dan malah menyuruh Bleeker untuk pergi dengan gadis lain.

    Menjelang usia kehamilannya yang semakin besar, Juno justru dihadapkan pada kenyataan bahwa Mark ingin menceraikan Vanessa. Untuk beberapa alasan, Mark merasa belum siap untuk memiliki anak dan menjadi ayah,  he has some things he still wants to do –kira-kira begitu ujarnya. Mark juga merasa Juno datang dengan begitu cepat menawarkan bayi setelah Mark dan Vanessa mengiklankan diri sebagai pengadopsi. Rasa kepercayaan Juno yang dibangun untuk pasangan tersebut sebagai keluarga utuh yang akan mampu merawat bayinya seketika berubah menjadi kecewa.

    Juno lalu menemui Ayahnya. Melihat banyak orang menjadi terluka lewat pernikahan, baik yang dialami oleh Ayahnya, maupun pada Vaneesha dan Mark, membuat Juno merasa seperti kehilangan harapan dan kepercayaan pada orang-orang, termasuk soal relationship. Juno beranggapan bahwa rasanya  sulit bagi dua orang untuk bisa tinggal dan stay happy forever. Ayahnya lalu menimpali, “Well, it's not easy, that's for sure. Now, I may not have the best track record in the world, but I have been with your stepmother for 10 years now and I'm proud to say that we're very happy.”  yang membuat Juno diam dan tercenung.

    Mac kemudian berbicara lagi, “the best thing you can do is find a person who loves you for exactly what you are. Good mood, bad mood, ugly, pretty, handsome, what have you, the right person is still going to think the sun shines out your ass. That's the kind of person that's worth sticking with.”


    Mendengar penuturan dari Ayahnya, Juno kemudian merasa telah menemukan orang yang dimaksud ayahnya. Dari sini, kita bisa menebak kalau pada akhirnya Juno kembali menemui Bleeker dan mengungkapkan perasaannya pada teman satu kelasnya itu.


i love this line
 

    Mendekati usia persalinannya, Juno memutuskan untuk tetap memberikan bayinya pada Vanessa, setelah melihat ketulusan Vanessa dan ikatan emosional yang kuat dengan bayinya. Juno juga merasa kalau Vanessa masih menjadi best parenting option for the baby, meski pada akhirnya Mark tidak lagi mendampingi Vanessa.

    Ide cerita yang diangkat jujur cukup sensitif, tapi Jason Reitmen berhasil mengemasnya dengan ringan serta menyertakan bumbu-bumbu komedi dalam porsi yang pas, sehingga pesan yang ingin disampaikan film ini sebenarnya bisa dengan mudah diresapi oleh penonton.

    Saya juga sangat mengagumi karakter Juno. Dia begitu hidup meskipun perutnya sedang membesar dan orang-orang di lingkungan sekolahnya selalu melempar pandangan heran ke arahnya. Juno tetap menjalani harinya seperti remaja-remaja lain.

    Saya juga bisa melihat film ini turut mengantarkan sisi kedewasaan Juno menjadi lebih baik. 9 bulan dilalui Juno dengan penuh ups and downs. Di usianya yang masih belia, Juno dihadapkan dengan realita-realita yang membentuk dirinya menjadi bijaksana dan lebih bertanggungjawab atas hidupnya –termasuk hidup si jabang bayi.  Oh, just out dealing with things way beyond my maturity level.” adalah contoh kelakar Juno  ketika mendapat pertanyaan ‘dari mana’ oleh Ayahnya. Jawaban yang ringan tapi merepresentasikan keadaan Juno dengan tepat.

    Sikap terbuka dengan kasus kehamilan yang tidak direncanakan (KTD) di dalam film Juno sama sekali terlihat kontras dengan apa yang terjadi di Indonesia. Mereka yang mengalami KTD masih dilekati dengan stigma dan ketakutan-ketakutan di lingkungan sosialnya. Padahal dukungan moril adalah hal yang paling dibutuhkan oleh para perempuan yang mengalami KTD. Umumnya, keluarga dengan kasus KTD akan merasa malu dan seperti menanggung aib yang besar, sehingga seringkali jalan yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah hanya bersifat sepihak tanpa berusaha memahami posisi sang ibu. Di dalam film Juno, saya sangat suka bagaimana orangtua Juno merespon berita kehamilan Juno dengan sangat pretty well. Reaksi kedua orangtuanya memang terkejut, tapi mereka tetap mencoba bijaksana dengan menunjukan sikap terbaiknya untuk mendukung anak mereka. Hal yang sepertinya jarang sekali ditemui di Indonesia. Kultur dan cara bersikap masyarakat Indonesia dalam menghadapi isu KTD adalah showing how someone DOES react to teen pregnancy rather than how someone SHOULD react to teen pregnancy. 

    Film Juno memberikan persepektif yang berbeda tentang seksualitas remaja dan menyikapi KTD, tentu dengan bumbu humor yang luas, dialog yang ringan, tone film yang cantik –setting suasana 90an, Ellen Page yang sangat baik dalam memainkan peran, serta tentu saja soundtrack film yang easy listening! Menjadikan film ini tidak terlalu berat tapi masih dapat dinikmati bersama keluarga. Bahkan memasuki akhir cerita ketika Juno melakukan persalinan, I cried just because I saw Juno’s struggle gave birth to a baby. Juno merupakan perempuan baik hati, memiliki rasa tanggung jawab dan kesadaran penuh atas resiko yang telah ditimbulkannya sendiri. She is a strong teenager. Really.

heeeeeei, kamu tu keren lho Mbak Jun!!!


You May Also Like

2 Comments

  1. Thank you for sharing this review!
    Makin cakep aja lu kalo ngebahas pilem, sist. Eaaak~

    Mengupas topik KTD udah bisa jadi satu artikel tersendiri tuh--lepas dari review film, apalagi dengan adanya perbedaan perspektif barat dan masyarakat Indonesia soal KTD. Barangkali kapan-kapan bisa jadi bahan paper. Hmm.

    Ps. Beberapa typo bisa diperbaiki agar artikelmu semakin caem!

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih jg anak manisss sudah menyempatkan baca review filmku dan mengomentarinya. yaps bbetuuull aku masih harus belajar memperbaikinya lagi. doakan akuuu semoga semakin sering dan giat menulis review2 seperti ini. have a nice day!

      Hapus