udara gerimis, gelas-gelas, dan kepul asap rokok

by - Oktober 11, 2016

"oh kamu antropologi?" laki-laki itu bertanya antusias. aku mengangguk mengiyakan sambil menyesap milo dingin. kantin kampus yang biasanya ramai pukul tujuh malam itu mendadak sepi dan banyak penjual yang malah duduk-duduk di bangku pembeli sambil bicara keras-keras. satu dua lagu dangdut diputar keras dari salon-salon di balik gerobak.

"semester berapa?" dia bertanya lagi. tangannya merogoh saku celana, mengeluarkan korek dan pro mild yang masih terbungkus rapi. "aku ngerokok ya?" ijinnya.

aku mengangguk mempersilahkan. "baru tiga, mas."

laki-laki itu menyulut rokok dan menghisapnya. "ah masih dikit."

aku menggeser gelasku dan balik bertanya. "masnya udah banyak ya?"

"ya gitu deh," kilahnya sambil meringis.

aku tersenyum mendengar jawabannya. laki-laki itu lalu sibuk kebat-kebit asap di depanku dan aku menghabiskan miloku sampai kandas. di luar masih gerimis dan hal itu justru membuatku sangat enggan untuk beranjak. aku melepas sepatu, menaikkan kedua kaki ke bangku dan duduk bersila. "lagi selo po mas?"

"selo sih enggak, abis isya aku ada rapat di sekre."

"njuk ngopo masih di sini?"

"ngancani kowe dhisik."

seorang bapak tua menghampiri kami dan bilang permisi lalu mengambil gelas miloku. aku belum sempat bilang terimakasih ketika laki-laki itu tiba-tiba menyerobot 'pak, kopi hitamnya satu ya' pada bapak tadi.

"ini udah habis isya lho mas." aku bicara lagi.

anak itu melirik jam tangannya dan meringis lebar, membuatku malah memperhatikan laki-laki itu sebentar. kerutan di pelipisnya ketika ditarik saat tertawa mengingatkan aku pada seseorang. sumpah dia mirip sekali dengan seseorang. rautnya hampir sama persis. mata laki-laki itu lentik dan punya tatapan yang teduh tapi berkilat. suara baritonnya berat tapi terdengar ringan. yang membedakan hanya tampilan dia saja yang agak berantakan. kaos oblong dipadu flanel dan celana pendek selutut, rambut panjang yang dibiarkan tergerai, sandal swallow warna merah, gelang rendel di pergelangannya dan rokok di tangannya. "habis isya itu sampai sebelum subuh to? gampang..."

aku tersenyum lagi mendengar jawabannya. udara bekas gerimis tadi tercium wangi di hidungku, dingin menyeruak dan kulitku disapu angin malam, aku bergidik, sedang laki-laki itu menyebulkan asapnya lagi.


*
Foodcourt di belakang Sekre,
2016

You May Also Like

0 Comments