misuh-misuh bersama Pengabdi Setan #ulasan

by - September 28, 2017

    sebenarnya saya paling malas dan sengit banget nek disuruh menonton film dengan genre horror. saya mending nonton tutur tinular atau sinetron indosiar yang rebut-rebutan harta kekayaan daripada harus nonton film yang seram-seram. selain karena saya takut setan wkwkwkwk saya juga anaknya nggak suka nek sedikit-sedikit harus kaget apalagi yang kagetnya mencekam, jantung saya lemah soalnya, dan jadi capek sendiri saya nantinya. tapi bukan berarti saya nggak pernah nonton horror sih, kalau beberapa teman mengajak sambil nawarin gratisan, biasanya saya iyain, tapi tergantung film dan pemainnya juga, pokoknya jadi 97% pemilih banget lah saya kalau soal horror. tapi sesungguhnya, i would prefer not to. mending kita main bekel saja yuk di pelataran rumah nenek daripada harus menjadi tegang di depan layar bioskop.

    kemudian Pengabdi Setan membuat saya berpikir seribu kali. masa iya nggak mau nonton filmnya joko anwar? padahal belio adalah salah satu sutradara panutan saya selain riri riza, mira lesmana, garin nugroho, ifa isfansyah, angga dwimas sasongko (filkopnya terutama!!!), mas bw purba dan yang lain-lain (alias bingung mau menyebut siapa lagi). apalagi, di film barunya ini, bang joko menampilkan tara basro dan dedek endy arfian yang sekarang sudah tumbuh besar dan menjadi mas-mas maco. terus film ini juga hasil remake dari sutradara sisworo gautama putra dengan judul yang sama (atau Satan’s Slave kalau diinggriskan) di tahun 1980. haaah, bikin nambah penasaran to? jadinya ya sudah, sambil berdoa semoga saya diberi kekuatan dan nggak tewas di dalam bioskop, sore pukul setengah lima saya meluncur ke empire urip sumoharjo dan resmi nonton pengabdi setan bersama teman saya.

    hari pertama film ini dirilis ternyata beberapa deret kursi bioskop di bagian depan kosong melompong, saya kira orang-orang bakal excited dan memenuhi studio, tapi nggak tau juga sih untuk nanti malam. saya lalu duduk, di sebelah teman saya, berdebar-debar sendiri sambil menurunkan lintingan lengan baju karena kedinginan, dan bersamaan dengan itu, lampu studio kemudian dimatikan dan saya menahan diri untuk nggak misuh-misuh, padahal yo filme mulai aja belom.

    Pengabdi Setan dimulai dengan cerita tokoh si ibu (ayu laksmi) yang dulunya berprofesi sebagai seniman (penyanyi), tapi kemudian mengalami sakit keras selama tiga tahun dan hanya bisa berbaring di kasur, nggak dirawat di rumah sakit karena terkendala biaya. Ibu nggak bisa bergerak dan bicaranya tertatih, jadi cara dia memanggil anak-anaknya kemudian adalah dengan membunyikan lonceng (yang kata bang joko usia loncengnya sudah 100 tahun lebih). tiap kali loncengnya berbunyi, suaranya jadi terdengar sayup-sayup sekaligus jelas begitu lho teman-teman, sumpah seram. ketika rini, atau toni (endy arfian) menghampiri panggilan ibunya, saya juga jadi suka misuh-misuh sendiri, soalnya penampilan mbak ayu laksmi itu benar-benar bikin deg-degan, gaun panjang terusan warna putih dan rambut panjang yang digerai, ditambah posisi ibu yang selalu berbaring, hssssssssssssh nggak ngerti lagi. tapi kemudian, si ibu akhirnya meninggal dunia dan scene yang menceritakan ibu meninggal ini benar-benar bikin saya sebentar-sebentar misuh asu bajingan lho karena seram banget!!! nggak lama setelah ibu dikebumikan, bapak yang diperankan oleh bront palarae itu lalu memutuskan untuk pergi keluar kota untuk mencari rupiah, dan meninggalkan 4 orang anaknya; rini, toni, bondi (nazar anis), dan ian si gemas (m. adhiyat), serta nenek yang mobilisasinya dibantu kursi roda. by the way, kalian akan berkenalan dengan ian, tokoh paling kecil yang paling sering bikin tertawa, anak ini diceritakan sebagai tunawicara dan harus saya akui, karakter yang dia mainkan sungguh-sungguh baik. kayaknya saya jadi berpindah hati deh dari tara basro ke adik m. adhiyat ini, dia seperti jadi kunci lahirnya kehangatan-kehangatan rasa kekeluargaan di film Pengabdi Setan. tonton sendiri, yak.

    nah, ketegangan di film ini muncul setelah ibu meninggal. sehabis si bapak pergi jauh, satu persatu kejadian janggal dan aneh mulai terjadi. lonceng yang dulu kerap dipakai ibu mendadak sering terdengar lagi (asu pas bagian iki aku misuh-misuh lagi, siapa coba yang membunyikan?), radio milik toni yang tiba-tiba memutar lagu ibu (lagune sakjane enak didengar lho, sumpah, coba sih), sampai nenek yang meninggal dengan cara mengerikan (jatuh ke lubang sumur –njuk jadi ingat lubang buaya G30S/PKI hhh malah metu bahasan) dan bondi yang setelah memergoki meninggalnya nenek di sumur jadi pendiam dan sering demam. anak-anak kemudian jadi menganggap kalau si ibu datang lagi, karena baik rini, toni, maupun bondi, beberapa kali melihat penampakan ibunya (asuuuuuuuuuu di bagian ini juga saya misuh-misuh paling kenceng) tapi si ian malah nggak pernah melihat hantu ibunya, setelah nenek meninggal, justru sang neneklah yang menampakkan diri di depan ian, sementara di hadapan kakak-kakaknya enggak. dan kedatangan ibunya itu sama sekali nggak membuat anak-anak menjadi bahagia (ya iyalah ha wong bentukane medeni ngono) tapi mereka malah dirundung ketakutan (nek saya sih takut banget) karena ternyata si ibu kembali dengan membawa pengaruh yang jahat.

    alur selanjutnya adalah soal rahasia si ibu semasa beliau sehat dahulu yang kemudian mengantarkan rini bertemu dengan pria tua di kota (profesinya adalah penulis majalah klenik) dan memberitahu rini kalau ibunya dulu adalah seorang pengabdi setan. mulai dari situ, cerita dijabarkan dengan pelan tapi tetap terasa mencekam dan wujud si ibu jadi sering muncul dan mengganggu anak-anak. atmosfir tegangnya dihadirkan konsisten dari awal sampai akhir cerita, tapi porsinya jadi lebih sedikit banyak dan sumpah… bikin jantungmu sesak sendiri.

    banyak juga unsur religi yang joko anwar sisipkan di film ini. kaya prosesi pemakamannya, acara tahlilan di rumah, sampai nasehat seorang tokoh ustadz yang meminta rini untuk sholat dan memohon perlindungan kepada Allah. dialog yang diucapkan si ustadz juga lumayan bikin saya tergelitik sekaligus berpikir opo iyo? pak ustadz bilang kalau rumah yang penghuninya jarang sholat memang rentan dimasuki roh-roh jahat. njuk habis itu, tara basro tenanan mengambil air wudu dan sholat malam, njuk ya ngono lah… lagi-lagi wujud si ibu muncul ketika rini sedang membasuh mukanya (samar-samar tapi tetap kelihatan seram), pas lagi sujud, pas lagi I’tidal, pas lagi rukuh, njuk aku jadinya takut sendiri nek nanti aku sholat gimanaaaaaaaaaaa, terus habis rini selesai sholat dan bilang amin begitu si ibu malah makin menampakkan dirinya dengan cara yang sumpah iki tenanan asu banget njupuk gambare. dah, pokmen kalian nonton sendiri saja nanti.

    hal yang saya sukai dari film ini selain tokoh ian si kecil, adalah setting tempat dan propertinya yang old-fashioned banget ala 80an, gaya rumah yang sebenarnya sangat estetik dan vintage kalau nggak dipakai untuk syuting horror, wardrobe yang dikenakan setiap tokoh dengan ‘pas’ (baju-bajunya tara basro lucuk), interior kamar si ibu –kasur kelambu, lemari kaca satu pintu, piringan hitam, dll yang sangat jadul, tone film yang juga lembut dan komposisinya senada –lampu rumah kuning redup dan setting suasana siang yang nggak kebanyakan brightness, juga scoring musik latar yang jooooos, lagu-lagu selectednya yang enak banget didengar (tembang-tembang 80an). secara artistik, pengabdi setan sudah sangat cantik.

    ah ya, ada fachri albar juga yang ganteng di akhir scene, tapi saya nggak mudeng dengan peran dia itu ngapain di sana, bapak ustadznya juga, soalnya habis itu masa dia dibunuh coba. terus juga saya nggak suka sama jalan cerita akhirnya karena ian diambil ibunya cobaaaaaaa dan lama-lama dia jadi anak yang menyeramkan (ada adegan di mana dia tiba-tiba bisa bicara sambil ketawa haha hehe terus aku asu bajingan kok jadi seram kamu dik sumpah waton banget medeni lur). tapi keseluruhan dan melihat secara holistik (asu bahasaku), pengabdi setan sangat worth it untuk kalian tonton. KAPAN LAGI HORROR INDONESIA PUNYA KUALITAS SEBAGUS INI? sudah cukuplah esek-esek yang nggak konkrit, dengan munculnya pengabdi setan, ini adalah awal yang bagus untuk perfilman di jurusan setan-setanan di indonesia setelah framing horror di era 80-90an meredup. makanya nonton ya, bantu support dengan datang ke bioskop dan beli tiketnya. ingat, nda boleh mainan insta stories di dalam studio atau nanti kamu bakal kena sanksi hukum, tapi kalau mau misuh-misuh kayak saya boleh sekali lah untuk mengekspresikan perasaan-perasaan takut yang mencekik.

    selamat menjerit-jerit! semoga review saya bermanfaat dan nggak menjadi sia-sia. sumpah, kalian kudu nonton.

Ian yang suka bikin jantungan

You May Also Like

0 Comments