Rinjani: Filosofi Potong Rambut

by - Desember 12, 2018

    Apa yang terlintas di pikiran kalian setelah beberapa bulan ke belakang ini kalian dilanda banyak hal lumayan pait dan lumayan getir? Semua itu terjadi secara beruntutan seperti mercon rentengan yang meretas satu-satu. Satu meledak, habis, satu meledak, habis, satu meledak, habis.

    Bagi saya adalah: potong rambut.

    Rinjani merupakan nama sebuah salon kecantikan yang berlokasi di Manggung, Jalan Kaliurang KM 5 (gang selatan Tempoe Gelato masuk, lurus terus sampai melewati perempatan, kira-kira rumah ke 2 atau 3 di kiri jalan). Salon khusus perempuan ini menyediakan jasa perawatan rambut dan make up dengan biaya yang amat murah! Mahasiswi Jogja pasti sudah akrab mendengar bagaimana Rinjani menjadi salon yang paling ramai dikunjungi karena; servis keramas, potong rambut, ngeblow, nyatok, yang hanya berkisar lima ribu rupiah! Betapa ajaibnya! Rinjani hadir bagai penolong di tengah-tengah hidup yang sedang babak belur –bukan secara harfiah, tapi Rinjani lumayan bikin psikis saya agak waras.

    Saya sebenarnya sudah jarang ke salon untuk potong rambut. Soalnya saya suka punya rambut yang panjang, yang bisa diiket atau diurai, sesuai mood. Dan belakangan ini saya jadi sadar kalau ternyata sudah lama sekali saya membiarkan rambut saya tumbuh sampai panjangnya sepunggung, tanpa pernah terpikir untuk memotongnya. Lalu baru kali ini, saya punya niat lain untuk potong rambut, bukan untuk memotong rambut saja, bukan cuma untuk membuatnya pendek, tapi karena saya lagi berantakan dan ingin buang sial.

    Klasik, ya?

    Saya jadi ingat bacaan soal tukang cukur yang dilansir oleh laman historia. Seorang pakar sejarah Asia Tenggara, Anthony Reid, menyebut rambut sebagai sesuatu yang suci bagi kebanyakan orang Asia Tenggara. Mereka percaya rambut mempunyai kekuatan. Jadi jika orang Asia Tenggara memutuskan untuk mencukur rambut, itu berarti dia sedang bersedih atas suatu peristiwa.

    Kita juga jadi tahu lewat adegan-adegan di film, bagaimana potong rambut itu menjadi sarana sang tokoh film melepaskan emosi dan perasaan sedihnya. Lihat saja Tris (Beatrice Prior) di film Insurgent, setelah dihantui mimpi buruk, paginya perempuan itu langsung mematut diri di cermin dan menggunting rambutnya sendiri. Potong rambut really means a lot to those who feel worse.

    Rinjani cuma salon kecil dengan dua ruangan yang lebarnya tak lebih dari tiga meteran. Bangunannya berdiri di sekitar komplek rumah. Halaman parkirnya tak begitu luas dan pegawainya kebanyakan ibu-ibu muda. Tapi salon ini selalu penuh disesaki pengunjung, karena pemberlakuan tarif yang sangat ekonomis dan tentu saja servis yang bagus!

    Kayaknya saya agak kuno ya karena begitu meyakini dongeng tua soal potong rambut bisa buang sial? Meskipun nyatanya, sampai hari ini, saya masih dilanda beberapa kesialan dan kesedihan. Saya terima, dan saya nggak akan mengelaknya (soalnya semua hal di hidup kita pasti berkaitan dan punya maknanya masing-masing). Tapi potong rambut jadi cara saya untuk melepas hal yang sudah-sudah, memotong episode yang pait-pait, bagian yang dirasa apes, lantas membuangnya. Cuci piring yang kotor. Satu kesedihan telah selesai dan berakhir. Itu saja.

    Saya kemarin-kemarin janji, November adalah bulan saya menyudahi semuanya. Saya harus segera selesai dan damai dengan bagian hidup saya yang telah lewat itu, supaya saya bisa melanjutkan hidup dan bisa buat kesalahan kembali. Hidup adalah soal membuat kesalahan sebanyak-banyaknya bukan? Saya kira saya sudah terlalu lama jadi badmood dan merasa sedih melulu untuk kasus yang lewat itu –sampai saya bikin runyam banyak hal. Jumat itu, sore hari setelah potong rambut, saya langsung bilang pada diri sendiri; saya akan melakukannya dengan benar. Bukan berhenti bersedih, tapi memperbanyak rasa syukur dan cinta. Bukan melupakan, tapi merelakan. Bukan menghakimi, tapi menerima.

    Kata orang, hidup yang baik itu bukan hidup yang terbebas dari kesedihan dan penderitaan, tapi hidup di mana kesedihan itu berkontribusi terhadap perkembangan diri kita. Ini berat, tapi saya akan coba. Kita semua harus coba.

    Terima kasih banyak Rinjani, makasih juga pada Mbak Erna (pegawai yang waktu itu menangani saya). Hasil potong dan catokannya mampu memulihkan enerji saya berkali-kali lipat. Kini, tak hanya kepala yang terasa lebih enteng, namun hati juga.

    Semoga begini terus.

You May Also Like

0 Comments