Jumat, Desember 13, 2019

#22 sekelumit


bulan gerimis dan malam berangin
langit buram dan wajah-wajah yang muram
dalam kabut tipis dan sayup-sayup
aku rebah di antara pengharapan-pengharapan, wangi teduh dan sinar melembut
(desember, 2019)


aku sudah lulus kuliah. terdengar sangat tiba-tiba. tapi yang sebenarnya terjadi adalah hari-hari gila dan melelahkan. aku menangis setiap hari, tidak tidur bermalam-malam, sakit kepala, muntah-muntah sampai demam tinggi. aku stress sampai wajahku break-out, sesuatu yang sebelumnya sama sekali tak pernah aku alami. pikiran dan tubuhku seakan mengawang, terseok-seok di antara hal-hal yang ada dan tiada. aku kacau dan muak, tapi di saat yang bersamaan, aku sungguh-sungguh ingin selesai. ternyata aku sidang skripsi di hari ulangtahunku. 15 oktober. sungguh bukan main terkejutnya. malam harinya aku menangis lagi, tak habis-habis. aku sulit memaparkan bagaimana rasanya. hari itu aku seperti rintik-rintik gerimis yang membasahi pemukiman kering. hatiku seakan terbang, terasa ringan dan menghangat. tak pernah aku mendapati diriku menjadi selapang ini pada sekelumit hal-hal yang sebelumnya terasa mencekik dan membuatku mual. aku telah sampai. aku telah sampai. kalimat itu seperti bius yang menenangkanku, seperti bibir pantai yang bergerak lembut dan menghanyutkanku.

tetapi aku tak yakin benar, apakah aku sungguh-sungguh menyukai diriku yang sekarang? pertanyaan ini selalu kuputar berkali-kali dalam kepalaku. sesungguhnya aku memenuhi diriku dengan banyak sekali keragu-raguan. aku penakut, ceroboh, masih gemar melakukan kesalahan, masih gemar menyesali beberapa keputusan, masih gemar membebani diri dengan perasaan-perasaan yang seharusnya tak perlu aku pikul. aku mudah menangis dan tak bisa melampiaskan amarah. aku ringkih dan terasa begitu kecil. tapi di antara hal-hal itu, aku tak percaya aku terus berjalan sampai detik ini, bahkan dengan pikiran dan kesadaran yang mengabur sekalipun.

kendati tak pernah selalu jadi kuat, ternyata aku masih cukup mampu, padahal apa-apa yang ku lalui penuh dengan keputusasaan. aku masih pemberani di saat sebenarnya aku penuh dengan kekhawatiran dan kecemasan. aku masih bisa begitu baik-baik saja meskipun sesungguhnya aku sama sekali tak merasa baik. kalau sanggup, aku mungkin sudah pecah dan terisak di depan orang-orang, seperti orang gila, tetapi aku masih mampu menahannya sekuat hatiku. bagaimanapun aku hanya ingin diingat dengan sesuatu yang menyenangkan, dan kesedihanku, bukanlah salah satu di antaranya.

selamat ulangtahun hamima, maaf ini sangat terlambat. aku tahu betul bagaimana payah dan lambatnya aku menangani semua hal, tetapi aku sungguh-sungguh berterimakasih pada apapun yang terjadi. menyusuri usia yang baru, aku ingin lebih jarang menangis, tak yakin pasti, tapi semoga ini benar-benar terkabul. dan menyambut apa saja yang akan bergulir setelah ini, semoga aku lebih banyak dipenuhi dengan rasa tenang dan cukup.




*
Hamima cantik dan terpuji, berseri-serilah…

Minggu, November 10, 2019

terbentur

setengah tiga ketika kereta yang membawaku dari lempuyangan berhenti di jenar yang sangat lengang
setelahnya, kereta kembali bergegas dan hilang di ujung pandang, begitu saja
stasiun ini sepi, kanan-kiri adalah pepohonan kering dan sawah-sawah tandus akibat tak ada hujan yang pernah lewat
orang-orang hanya segelintir, bisa dihitung jari dan tak ada keriuhan apapun
sayup-sayup angin bertiup lembut
dan tempias matahari membuat refleksi diriku di antara peron-peron yang aku lalui
sore itu mendadak seperti diterpa perasaan aneh dan asing
dan kosong dan tak terjamah
dan samar-samar dan lamat-lamat
“ayo, mim.” suara icha memecah lamun dan pikiran
pada bayang-bayang semu yang selama beberapa menit melintas di kepala
…dan hampir menjatuhkanku
sambil merengek aku memaki diriku sendiri, aku kenapa sih...



*
stasiun jenar dan hal-hal yang membingungkan, 2019

Jumat, September 20, 2019

kerlap-kerlip

tak pernah ada bintang di langit kota yang terlalu meriah
tetapi malam-malam belakangan ini bulan berpendar dengan penuh
kelam tapi terang benderang
remang tapi hangat merekah
segala bilur berangsur kabur
dan dadaku disesaki perasaan samar

aku menulis ini tidak dalam keadaan sedih
;itu pertama
hal kedua, hari ini aku sama sekali tidak menangis
pikiranku tenang dan tak bergelombang
tak ada emosi lain yang meluap dan mencurah
pun suara-suara berisik yang meneriaki kepala
dan makian bangsat, bangsat, bangsat
atau rasa takut serta gelisah yang bergolak

kecuali;
aku menemukan diriku menjelma menjadi kerlap-kerlip kecil
yang riang dan semarak
berbinar dan berseri-seri
letup dan pecah; untuk perasaan-perasaan yang merona
debar-debar asing yang berloncatan
atau apa ini namanya, riuh rasa yang manis dan tiada habis

itu adalah hal ketiga, yang sangat mengusik dan akan ku perjelas dengan pertanyaan;
apakah aku sedang disihir?




19/9
di antara keadaan yang paradoks.

Selasa, September 17, 2019

abu-abu

aku minta maaf,
aku bikin anak manusia sedih dan sakit hati lagi
malamnya aku menangis, tidak menduga dan bingung dengan cara hidup ini bekerja
aku minta maaf sambil sesenggukan, tak tahu lagi
kenapa perasaan sakitnya jadi balik menimpaku seperti ini
jadi dua sampai tiga kali lipat sakitnya
aku ingat diriku di kehidupan yang lalu, aku pun pernah mengalami hal yang sama, dan aku pun cuma bisa terpekur seorang diri, tak bisa melakukan apa-apa
perasaan dan segala kejadian yang berkelindan itu sungguh sakral
aku minta maaf
aku ingin selalu diingat dengan hal yang baik
tapi kalau pada akhirnya aku menyedihkan begini
aku bisa apa


di lain hal, isi kepalaku sungguh kacau, aku bisa menangis enam kali dalam sehari
hanya karena satu orang
lalu kalau pikiranku mencuat, saling berhambur
dan aku tak tau harus menenangkannya dengan apa
aku akan bilang pada diriku sendiri
siapa kita ini manusia, yang pernah menyakiti dan disakiti
semua manusia juga begitu
perasaan itu ada dan mengendap dalam setiap degup, debar, detak
alih-alih menghukum diri, dan balik melukai diri
aku akan menangis lagi
sambil bicara
"aku berhak merasa baik, dan tenang
serta hidup dengan baik, dan tenang
serta mencintai dan dicintai
dengan baik, dan tenang
aku cukup"
tuhan, kali ini hal-hal itu mengusikku, dan aku mau coba untuk percaya
lapangkanlah


kepada ibu, selamat ulang taun
satu tahun yang lalu aku bilang akan berhenti menangis dan menangani semua hal
tapi nyatanya sampai malam ini aku masih suka menangis, dan aku tak bisa menangani beberapa hal
aku mau tumbuh dewasa dengan baik, tapi kenapa dalam perjalanannya aku jadi payah dan runyam begini
aku sadar kalau menangis sudah seperti mekanisme pertahananku melawan hal-hal bising di dalam kepala
kalau aku tak menangis, aku pasti sudah gila dan mati dalam wujud yang sia-sia
jadi, mungkin aku tak akan berhenti dan akan terus menangis, tapi ibu boleh mengingat ini; aku akan jadi anak yang kuat setelahnya


panjang umur ibu, yang harum semerbak teduh wangi tenang lembut dan hangat
aku tidak bisa tidur
menulis kalimat-kalimat sedih ini
dan terus berpikir soal kepergian



14/9
satu malam setelah semua itu terjadi.

Selasa, Agustus 06, 2019

asam lambung

mau tau rasanya? apa ya bahasa indonesianya overwhelming? semua perasaan masuk. pingin muntah, tentu saja. GEMETAR, PUSING, JANTUNG BERDEGUP KENCANG, berdiri tegak juga nggak mampu, ah iya, OLENG, seperti orang teler, NAPAS JADI SESAK dan lapar, hari ini aku baru makan sekali.

aku pingin dikata-katai goblok keras-keras tepat di depan telinga, kalau bisa semua umpatan kebun binatang juga masuk, yang penting jangan ada kontak fisik, aku sedang lemas.

bagaimana cara menjelaskannya ya? kemarin aku benci diriku setengah mati. aku mengisolasi diri seperti orang gila. aku tidak bicara pada siapapun, ibu kosku sampai menelpon tiga belas kali, tapi itu karena dia mau nagih uang. aku bertengkar dengan sahabatku. telunjukku teriris pisau ketika sedang memotong sayur. aku demam dan tak punya obat apapun yang bisa diminum. aku benar-benar tak menyukai diriku sendiri. cermin di kamarku pecah dan aku malas membereskan pecahan belingnya. aku muak dan ingin menelan diriku hidup-hidup.

kadang benderang, kadang temaram, kadang remang, kadang menghilang. malam ini aku sungguh-sungguh mengasihani diri sendiri. aku jadi seperti gelas yang tak mampu menampung air yang sedang dituang, jadi meluber, jadi meluap, jadi tumpah dan basah. bagaimana mengatakannya ya? aku ingin bilang kalau aku sedang merasa lapang. aku jadi seperti halaman belakang rumah yang ditanami bunga-bungaan liar dan dijadikan tempat bermain anak-anak. aku jadi seperti angin sore yang ditiup lembut, langit teduh menuju magrib, hujan deras yang perlahan reda. aku tenang, dan rasa-rasanya, aku tak ingin apa-apa kecuali bisa selalu merasakan cukup terhadap apapun yang tengah dicecap. kekhawatiran-kekhawatiran, kecemasan, gelisah, perasaan kusut dan gamang, semuanya. “yang dalam riang ringkih, rumit dan terhimpit.”

meski tak menentu dan kadang sembunyi, meski tak kunjung tau ujung jalan, bangsat, bangsat, bangsat, ini semua karena asam lambung.


*
karena mendengarkan Temaram - Polka Wars, 2019.

Sabtu, Juni 29, 2019

—yang tidak dibicarakan

mau berhenti dan menekan segala pikiran-pikiran yang menghimpit kepala sampai pusing dan rasanya pecah,

berat tapi seseorang terus berkata
"tenang, mima, tenang..."

i love seeing my self doing better, anyway. meski jam dua pagi bisa tiba-tiba nangis, tanpa stimulus, tanpa tau apa yang sebenarnya sedang terjadi, tanpa mengerti bagaimana kekacauan itu mendadak meletus. andai aku bisa menjelaskannya dengan mudah di sini.

aku telan semua ucapan baik-baik, sekalipun hal-hal kecil yang tak bersinggungan dan justru bikin melompong, aku percaya segala peristiwa itu dinamis, tidak tetap dan abadi. aku merenungi itu semua sambil terus-menerus menyambar tisu, mengelap mata yang terus-menerus basah dan terus-menerus berair. menangis itu sungguh melelahkan sekali.

tidak bisa tidur, mual-mual, demam tinggi, pingin lepas kepala, berat, tapi seseorang terus berkata
"tenang, mima, tenang"

aku juga mau. tapi bagaimana kalau perasaan cemas ini kekal?
aku sangat takut.



28/6
akibat terbangun tengah malam

Senin, Juni 03, 2019

puisi tak selesai


duapuluh kilo per jam menyusuri sudirman yang lengang dan tergenang
lambat dan tercekat
malam ke tigabelas di akhir tahun
musim penghujan dan bulan benderang
selepas subuh, setelah diputus kekasih 
dan kecupan dingin yang mengendap di kening
...



/
mati, puisi ini tak akan rampung
seseorang telah runtuh dan meluruh
bersama segala hal sia-sia yang selama ini tumbuh 

rapalku diam-diam dalam perjalanan;
semoga hal-hal yang terus berulang ini suatu saat bisa berhenti 



*
Stasiun Tugu, 2018.

Sabtu, Mei 11, 2019

Menyelami Pertunjukan: While You’re Away - Studio Batu

Rasanya sudah lama sekali nggak berpergian untuk melihat sebuah pertunjukan (apalagi yang inisiatornya cukup kondang di lingkup pertunjukan Jogja). Maka ketika kesempatan untuk itu betulan hadir, tepatnya di awal april yang sedang musim gerimis, saya jadi sungguh-sungguh dan bersemangat sekali untuk turut andil dalam pertunjukan tersebut –tentunya sebagai tukang apresiasi alias penonton.

Pertunjukan yang enerjinya saya curahkan betul-betul itu judulnya While You’re Away, sebuah pementasan visual yang dikerjakan oleh teman-teman dari Studio Batu. Mereka adalah sekumpulan penggiat seni kolektif asli Yogyakarta, latar belakang anggotanya beragam; seni rupa, film, musik, arsitek, dan sepertinya masih ada yang lain. Studio Batu juga aktif mengeksplorasi karya film dan produksi film-film pendeknya memenangkan beberapa penghargaan di tingkat internasional; Prenjak di Cannes dan Lembusura di Berlin, familiar dengan judul-judulnya?

While You’re Away (judulnya saja sepilu itu) berkisah tentang seniman era 1990-an bernama Iyok Suntari. Iyok memiliki kekasih bernama Vita, seorang pemain orkestra yang meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat di Sumatra. Dalam perjalanannya, Iyok kemudian berusaha menghadirkan kenangan akan kekasihnya dalam bentuk rangkaian karya. Ia membuat instrument untuk memutar piringan hitam yang berisi lagu-lagu lama Indonesia. Tapi proyek seni yang dikerjakannya tak selesai lantaran Iyok menderita asam lambung hingga membuatnya meninggal. Studio Batu kemudian menemukan karya yang tak rampung tersebut, menggenapinya, lantas membagikannya untuk dinikmati publik. Tentu saja, tokoh Iyok dan kekasihnya dalam cerita ini hanyalah fiktif belaka.

Elemen-elemen yang tampil dalam pertunjukan ini cukup kompleks; video mapping yang nampak nyata, seni instalasi yang terkonstruk dengan indah, teater bayangan yang bikin termangu, musik latar yang komposisi lagunya enak-enak banget, dan kesemuanya berhasil membangun narasi jadi lebih utuh, bikin perasaan meluruh, dan yang jelas, saya nangis nontonnya.

While You’re Away adalah upaya merawat ingatan dan juga perjalanan soal kenangan. Tentang pertemuan, perpisahan, cinta dan harapan –yang meski akhirnya pupus dan hangus. Memori-memori ini hadir dan direpresentasikan melalui lagu-lagu lawas Indonesia yang terputar lewat piringan hitam; Serunai Malam-nya Bing Slamet, Lukisan Malam-nya Sam Saimun, Kisah Cinta-nya Lilis Suryani, Senja di Wajah-nya Ayu Titiek Puspa, dan beberapa lagu aransemen Studio Batu yang belum dirilis secara resmi. Aduhai Tuhan… saya ingin menonton lebih banyak pertunjukan seperti ini, yang mampu membuat hati menghangat dan memaki asu secara bersamaan saking takjubnya!

Tabik untuk Studio Batu yang mengagumkan!

main shadow puppet 

Rabu, Mei 08, 2019

harap-harap tenang #2


toko buku post di bilik-bilik pasar santa, jumat sore dengan perasaan kosong, kucing mirip budi menggelayuti kaki, ajakan ngeteh dan pertanyaan seorang mas-mas "kamu baru pulang dari kantor ya?"

magrib membeku di gerbong wanita, menyetel lagu-lagu dan melamun, tatapan seorang ibu paruh baya karena mataku basah, kepergok.

10 pagi seperti 5 sore, langit mendung dan jalanan yang mengabu, busway sesak dan pemberhentian yang tak ada ujung, tepukan pundak secara tiba-tiba dan "mbak sakit ya?"

tol jagorawi yang lepas di sebelas malam, perjalanan akhir pekan yang selesai, sunyi dan obrolan-obrolan yang tak ada, pantulan diri di kaca mobil dan berkas-berkas lampu jalanan, hambar.

gudang film yang senyap dan kering, atap bocor dan lantai yang merembes, kopi saset dan percakapan dengan pak firdaus, album foto tahun 97 dan membicarakan memori, tercenung.

sabtu kelabu bersama bapak ibu, menyusuri kota yang gerimis, ob-la-di ob-la-da yang disetel dari musik player, suara tawa ibu, omongan melantur bapak, arah stasiun yang buram, perasaan ingin mengendap dan tak mau ke mana-mana.

minggu pagi melihat bulik menanam pare, gorden putih dan tempias matahari, keripik singkong sembari merebahkan diri, pikiran menyusup seandainya bisa mengatakan yang sesungguhnya.

jantung meloncat dan kejadian-kejadian yang terlewat.

sabtu kelabu bersama bapak ibu 

Minggu, Mei 05, 2019

harap-harap tenang

(hidup dua mingguan ini)

sepuas ini bisa memaki anjing keras-keras jam satu pagi di sepanjang jalan simanjutak pada sepasang pengendara kawasaki ninja yang ngebut dari arah belakang dan knalpot-knalpot yang disetel bobokan. 

siang bolong bersama tiga teman berbaring di atas kasur, menyomot buku-buku dari rak reyot, memutar satu albumnya ari lasso, minum teh kotak yang sudah tidak dingin.

warung kopi temaram, percakapan-percakapan jorok, nada bicara serius, cangkir-cangkir yang telah kandas, kepulan asap marlboro, tawa lebar sampai telinga, dan sorot mata "makasih ya udah denger ceritaku"

lima sore dari cikini ke arah jakarta kota, tempias matahari tenggelam dan desau angin yang menyapu mata, mengantuk, kereta kosong serta decit gesekan roda pada rel yang berisik.

thai tea gratis dan tebak-tebakan tidak lucu yang memecah sepi, lambaian tangan "besok ke sini lagi ya" serta langkah kaki di setapak gang yang sempit.

kota kasablanka saat gerimis deras, menonton film sendiri dan bioskop lengang yang menggigil, musik retro ave maryam yang memecah tangis, tapi damai.

perjalanan kereta bogor - sukabumi yang dingin, akhir pekan menyenangkan, pemandangan kanan-kiri yang segar, seekor anjing mati ditabrak honda astrea dini hari tadi, ibu-ibu paruh baya dan tawaran makan siang.

pundak berat, kaki lecet, dahi panas, muka pucat, mata sembap, badan gemetar, perasaan mual, dan pesan singkat "istirahat dulu, minum air putih yang banyak"


—bersambung

Sabtu, April 27, 2019

melesak

sesak banget.

saya nggak tahu bagaimana cara untuk melepaskannya. hal-hal aneh dan liar terus berputar, menenggelamkan perasaan dan meracuni segala sesuatu yang tumbuh di kepala. sejak delapan jam yang lalu hingga sekarang, saya nggak bisa berhenti cemas dan menenangkan diri. pikiran jadi buyar, hati gusar, tawa dan celotehan mendadak pudar, yang tersisa tinggal gemuruh dan degup jantung yang asing.

kalau boleh menjelma, tolong buat saya jadi burung gereja yang terbang rendah setiap lima sore, atau abu dupa yang menyala di prosesi sembayang, atau air mawar dan bunga tabur untuk kuburan, atau hikayat-hikayat tuan yang menggantung dan tak pernah selesai, di malam-malam lengang yang menghimpit, di sudut-sudut temaram tanpa lampu, di sepi-sepi yang mendesak dan menekan, di isak tangis lirih yang mengiris pelan-pelan.


kepada entitas apapun yang mewujud pada hal-hal indah,
amin.



*
prawirotaman (setengah sadar), 2019 

Minggu, April 14, 2019

dan sesal-sesal yang menggelayuti hati

hari-hari berjalan sama seperti hari-hari lainnya. sepanjang hari bisa habis di jalanan dan bergumul dengan orang-orang, menemui banyak hal dan berakhir ambruk sambil memandangi langit-langit kamar. sisa hari yang lain bisa muncul dalam kondisi ambyar, pikiran penuh dan berisik, membatalkan semua rencana, menolak ditemui siapapun dan berakhir semedi sambil menyetel lagu sedih keras-keras. tiba-tiba bisa mencium bau orang-orang terdekat, tapi malah jadi bingung dan hampa karena mereka sudah meninggal beberapa tahun lalu. tiba-tiba cemas dan takut terhadap perasaan sendiri seperti kenapa jadi mudah sekali jatuh cinta pada laki-laki yang baru ditemui kemarin sore. tiba-tiba gugup dan merinding mendengar lagu kesukaan bapak diputar di sebuah warung kopi pukul sebelas malam lalu setelahnya muncul dua anak kucing di kolong meja. tiba-tiba ingatan dan kenangan tentang hal-hal lama menguar dan memenuhi rongga dada sampai rasanya sesak dan ingin sekali tidur. tiba-tiba segalanya seperti putaran baling-baling yang membawa kita pada pecahan-pecahan fragmen, seperti kabar-kabar yang mengantar kita pada peristiwa kehilangan, seperti diseret dan ditikam-tikam rasa. lalu lihat siapa yang mati.

ya tuhan aku sudah mau nangis lagi.


*
bulan maret yang kering, 2019
https://www.youtube.com/watch?v=kWEOuRFo_sQ

Jumat, April 12, 2019

malam jatuh dan menyisih

di tengah riuh semarak kerumunan orang, di tengah gegap gempita malam yang onar, di tengah pendar meriah lampu panggung yang nyalang, di tengah sorak-sorai pening dan bising pekikan, diam-diam seseorang berbisik di dekat telinga "kamu brengsek"

lirih dan gamblang
aku kira kamu sedang melantur, tapi matamu menghunus ke arahku
dan kamu tak lagi menyeringai seperti biasa
kamu tak punya sorot hangat dan teduh seperti kemarin sore
wajahmu kaku, rahangmu mengeras tapi aku bisa lihat kalau kamu sedang mencoba menahannya
di lima detik berikutnya genggamanmu lepas, tanganku keriput kedinginan, tapi kamu cuma membeku
sedang aku terpaku, mengedip berkali-kali
mataku mengabur, semua hal jadi buram
suaraku tercekat, aku sudah mau menjerit
kamu ditelan sesak dan hingar-bingar
kamu raib dan tak mampu kuraih
sementara semua pikiran malam itu berkelindan dan menembaki kepalaku

brengsek 

Senin, Maret 25, 2019

spirited away


"is this the start of something wonderful and new?
or one more dream that i cannot make true?"

mampus

Rabu, Maret 20, 2019

perjalanan menuju bulan

gila
      dan perasaan-perasaan
      runyam tak terjelaskan
      kenapa tatapan matanya
                                                 aneh dan
                                                 belakangan ini
      memimpikannya
      ...
      sampai rasanya tidak mau terpejam
      seolah dia benar-benar akan membuat
      berantakan
      dan kelimpungan
      dan hilang kendali
      dan roboh

pada kelamnya malam
                                       aku berbisik...
                                       "seperti apa rasanya
                                       menapaki jalanan lengang
                                       yang basah tapi kering
                                       dalam hitungan detik
                                       setelah pipimu dicium?"
     bingung, dan jadi pusing
     lantas berkendara sampai lima pagi
     seorang diri
     mendamba gelisah dan sesak
     apa yang telah terjadi
     bisakah berhenti tak melihat satu sama lain
     kembali asing

aku takut sewaktu-waktu
tergelincir dan berdarah
terjerembap dan lebam-lebam
bagaimana ini aku mual dan mau pingsan
kenapa tidak telan saja aku,
bajingan



langit subuh Monjali, 2018.

Selasa, Maret 12, 2019

perasaan aneh ini harus kunamai apa


tak pernah segugup ini ketika menyambangi sebuah kuburan
dadaku berdesir dan entah kenapa, tanganku jadi terasa dingin
sejujurnya aku bingung sekali
berdiri di sana membuatku gemetar
dan merinding, udaranya kering 
serta belum pernah aku mendatangi pemakaman seorang diri begini
aku bahkan tak yakin dia akan mengingatku
tapi ragu-ragu, aku menyentuh pusaranya dan bicara pelan

hai, aku datang
kutaruh lima tangkai melati dan lily putih di atasnya
lalu diam lama, aku tidak tau harus bicara apa lagi...
kikuk sekali
tanganku terulur, mencabuti daun-daun kering dan rerumputan liar 
aku baik kok, ujarku lagi, lirih
kamu masih ingat aku enggak ya?
aku meringis, mungkin dia lupa, tapi nggak papa
seseorang pernah bilang, kita masih bisa terus hidup dalam ingatan orang-orang meski kita telah mati dan mengabu

sayup-sayup, aku merasakan semilir angin berhembus di daun telinga
dan tiba-tiba, seekor anak kucing tengah bergelung di atas sepatuku

mungkin dia ingat, siapa tahu



*
pemakaman kebonjeruk, 2019

Minggu, Maret 10, 2019

melantur


setengah tiga pagi ketika gerbang terbuka
dan aku melesak masuk
lantas lari ke kamar mandi untuk muntah-muntah
akibat kopi latte campur es dingin dua gelas
berkunang-kunang
dan udara jogja yang jadi beku kalau sudah tengah malam
menggigil
dan gelak tawa yang terlalu berlebih
sampai tumpah dan tak terasa kalau ternyata
sudah menangis
s e s e n g g u k a n


//

hidup banyak gaya sekali
tiba-tiba kamu muncul di tab notifikasi
alah, paling juga lewat doang
aku dan stasiun pemberhentian kan nggak ada bedanya
terus sci-hub.tw yang ngadat dan mogok
aku perlu baca teori woy
mangkrak dan pusing tau ga
tapi ngelantur dan malah main poker
semua hal yang ku jalani selalu berakhir pecah
apalagi urusanku sama laki-laki
(re-mu-k)
ra karuan



//

belakangan ini jadi sakit kepala kalau ketemu banyak orang
kalau makin banyak, malah bisa pingsan
kalau banyak banget, mungkin sampai koma
terus cuti dan minggat ke pedesaan yang jam delapan malam aja udah sepi
--tapi beberapa orang masih sama baik dan hangatnya
masih sama tulus dan menyenangkannya
meskipun aku suka kabur dan bikin susah
agak repot juga, pingin lenyap, tapi di sisi lain; aku takut mereka sedih
--orang-orang baru juga ikut masuk, yang asing, yang jauh, yang kaku, jadi karib, jadi dekat, jadi santai
kalau mereka tau aku begini, apa mereka masih mau kenal?
pikiranku meluber ke mana-mana deh



//

di perjalanan pulang, tiba-tiba aku ingat semua mimpi-mimpiku
semua hal yang aku tulis di folio bergaris
semua hal yang bisa bikin aku berkaca-kaca dan berani dan percaya
semua hal yang, meskipun kacau dan putus asa begini, aku pernah rapal di doa-doa selepas sembayang
semua hal yang, meskipun seperti ga punya harapan begini, aku pernah tangisi di malam-malam lengang seorang diri
tiba-tiba aku pingin banget mewujudkan itu semua
tiba-tiba aku pingin banget meluk semua mimpi-mimpi dan mendekapnya erattttttttttttttttt
dan jadi kuat serta sehat bersamanya



//

sendok dingin, kantung teh, mentimun
apalagi yang bisa ku gunakan untuk mengompres mata?
terima kasih.

Rabu, Februari 27, 2019

Katarsis #MerangkumPerasaan

Februari, 2019.

        
        Di rumah sedang gerimis deras. Sore ini keadaan saya agak membaik setelah bertukar kabar dengan seorang kawan dan tidur siang selama dua jam. Hari ini sama sekali belum menangis dan saya menghabiskan banyak waktu dengan keluarga. Rasanya sungguh melegakan bisa mendengar suara ibu, bapak, adik-adik, dan kakak saling mengisi dan bertabrakan (meskipun hanya 3 hari karena setelahnya kami semua bubar –adik ke Jogja, kakak ke Sukabumi). Karena sedang ada hajatan besar di rumah, saya juga jadi ketemu dan ngobrol dengan banyak saudara, bisa tidur di kamar dalam keadaan nyenyak, serta bisa menjaga pola makan dengan menu-menu yang sehat. Melihat diri saya jadi jauh lebih stabil begini, sepertinya saya akan tinggal lebih lama di rumah.

        Anyway, karena sedang dalam kondisi yang baik, saya akan cerita saja deh bagaimana hidup saya berlangsung selama satu bulan ini. Bulan di mana hampir separuh dari energi saya habis di dalam perjalanan. Mulai dari mengakhiri proyek magang di sebuah LSM di kecamatan Gianyar yang fokus pada isu lingkungan, permakultur dan kebencanaan, lalu melakukan banyak perjalanan dari Bali ke Surabaya, Surabaya ke Jogja, lanjut Jogja ke Purwokerto, Purwokerto ke Bekasi, untuk merencanakan proyek riset di sebuah gudang arsip tua, lalu Bekasi ke Jakarta, Jakarta satu ke Jakarta yang lain selama beberapa minggu, Jakarta ke Bekasi lagi, Bekasi ke Purwokerto untuk pulang, dan perjalanan-perjalanan kecil lain mengitari banyak agenda dan kesibukan. Rasanya kaya jadi tua dan beruban di jalan, tapi saya jadi bisa memaknai dan meresapi banyak hal, terutama soal bagaimana saya jadi bisa mengenyahkan perasaan-perasaan buruk yang saya alami terhadap diri sendiri (selama beberapa hari belakangan). Melakukan perjalanan jadi seperti sarana minum obat, yang seringkali pahit, tetapi ternyata menyembuhkan juga.

        Bulan ini saya banyak curhat sama teman-teman terkait kondisi psikis saya yang belakangan ini jadi runyam dan gak jelas. Intensitas nangis saya sekarang jadi setiap malam. Kalau sudah kalut banget dengan diri sendiri, saya langsung mengubur diri, nggak mau ketemu dan ditemui oleh siapapun, pola makan dan tidur jadi berantakan (setiap malam selalu mimpi buruk), quit semua kehidupan virtual saya (nonaktif akun-akun sosial media), dan langsung mikir pengen kabur jauh, untuk menghilang dan lesap tanpa jejak. Rasanya kayak punya ketakutan yang besar terhadap diri saya sendiri, terlalu besar sampai saya nggak bisa menampungnya. Saya pernah minta saran pada seorang teman, tapi dia malah menuduh saya sebagai orang yang gemar mendramatisir suasana, dari situ saya sedih banget dan rasanya nggak mau cerita pada siapa-siapa. Kaya... tega banget sih dia bicara seperti itu? Padahal saya benar-benar pingin menolong diri saya sendiri. Saya jadi tak mau mempercayai siapapun.

        Dan saya juga punya kabar menyenangkan untuk dibagikan pada pembaca: saya telah melakukan seminar proposal skripsi! Risetnya sendiri saya lakukan di Sinematek Indonesia, sebuah lembaga independen yang mengurusi kerja pengarsipan film klasik Indonesia (saya juga ketemu dan ngobrol banyak dengan Pak Adisoerya Abdi, sutradara senior sekaligus mantan aktor yang sekarang jadi kepala Sinematek). Presentasi seminarnya saya lakukan tepat sehari sebelum kakak saya melangsungkan pernikahan. Karenanya, perasaan saya jadi campur aduk dan berantakan banget, kayak dikelilingi banyak hal serius tapi mendebarkan. Alhamdulillah, sekarang rasanya sudah lega dan senang sekali. Rentetan berita baik itu seperti menyihir saya ke dalam kondisi yang baik pula, sampai senyam-senyum dan jadi lebih banyak ketawa. Saya tahu ini masih awal sekali, masih satu langkah kecil yang harus terus saya perhatikan, supaya nantinya nggak kesandung dan terkilir di jalan. Untuk itu, tolong bantu doa dan dukungannya selalu yaaaa, supaya saya benar-benar bisa menuntaskan ini semua. Hm, saya juga masih nungguin pengumuman dosen pembimbing nih...

        Februari penuh hal-hal tak terduga. Besok enggak tahu akan jadi seperti apa. Mungkin nanti malam saya bakal nangis sesenggukan lagi, lalu berakhir tidur subuh dan mimpi buruk lagi. Enggak ada yang benar-benar tau.

        Sebelum catatan pendek ini berakhir, saya mau ngasih tau; untuk teman-teman yang mungkin sedang lelah, jangan lupa untuk mengambil jeda dan rehat sebentar. Capek tau hidup dalam ketergesa-gesaan! Dan jangan lupa ngeteh. :)

Minggu, Februari 24, 2019

nanar (puisi sedih)

setelah orang-orang memberondongiku dengan ucapan "selamat ya"
malamnya aku justru histeris menjadi-jadi
aku terisak sampai jam empat pagi
menangis seperti tenggelam dan mau mati
menangis seperti ...inilah akhirnya
rasanya sedih sampai aku tak bisa bernapas
sedih sampai aku cuma bisa merendam diri
sedih sampai aku tak mampu cerita pada orang-orang
sampai aku tak mampu bilang aku ingin sekali dipeluk
sampai aku tak mampu bilang tolong bahwa aku ingin sekali menyudahi ini semua
dan selesai
dan berhenti

tapi aku selalu takut tiap saat-saat ini terjadi
saat-saat di mana aku selalu berakhir limbung dan jatuh
hamima itu sinonimnya periang, siapapun tahu; perempuan itu suka sekali terbahak
tapi aku takut aku tak akan jadi diriku lagi
aku takut aku tak bisa mengatasi ini semua
aku takut aku akan menjadi habis digerogoti
aku takut aku akan hilang dan mengabur
tak menemui orang-orang
tak menemui diriku sendiri

ibu, aku harus bagaimana
kenapa aku menulis ini



*
sabtu malam di Purwokerto, 2019

Rabu, Februari 20, 2019

Jakarta pereda demam

          Ekspektasi saya soal Jakarta yang runyam dan bikin pusing ternyata salah besar. Sebaliknya, saya justru menikmati setiap perjalanan saya menyusuri lika-liku ibukota, yang meski padat dan terik, tetapi nggak membuat saya penat dan dilanda kecemasan. Ini seperti... saya bisa larut dalam kekacauan yang lahir dari kota ini.

        Nggak seperti perjalanan saya di Jakarta yang sebelumnya, kali itu, untuk pertama kalinya, saya bisa sedamai itu melakukan perjalanan jauh seorang diri, tanpa mengenal dan dikenali siapapun, tanpa perlu merasa takut dan kesepian, tanpa perlu repot-repot berpikir soal hal buruk. Naik kereta lokal dan berdesak-desakkan, naik busway dan duduk di kursi paling belakang, berjalan kaki dan menyusuri petak-petak sempit di perkotaan, ke stasiun Jakarta Kota demi bisa menikmati sore di sekitar Kotu, turun di Cikini demi bisa mengambil gambar langit magrib dari ketinggian, berkunjung ke Sinematek dan dikenali oleh petugas perpustakaan setelah satu tahun berlalu (saya pernah main ke sana 2018 lalu), bikin janji temu dengan teman-teman yang tinggal di Jakarta, berhenti di sembarang kedai kopi untuk membaca buku dan menyusun outline, menyesatkan diri hanya untuk hal-hal remeh seperti duduk lama di kereta sambil menyetel lagu, atau keliling Jakarta dan melihat jalanan yang penuh.

       Saya juga jadi ngobrol dengan banyak orang asing, yang cuma niat basa-basi tapi malah jadi keterusan curhat panjang lebar. Ibu-ibu hamil, ibu-ibu kantoran, mbak-mbak necis, mbak-mbak yang salah naik kereta, bapak-bapak yang enggak tahu rute, anak kecil sehabis pulang sekolah, nenek-nenek yang suka meringis, juga seorang mas-mas yang mengembalikan kartu e-money saya yang jatuh ketika habis tap dari stasiun. Semuanya asing dan terjadi begitu saja.

magrib di Cikini

        Saya sungguh waras selama itu. Seperti dihempas dari Jogja yang penuh puja-puji akan wacana kota yang ramah, di sana saya justru mengalami banyak demam dan sakit kepala. Sedang Jakarta yang dimaki-maki malah bisa meredakan pusing dan bikin perasaan saya tenang. Saking tenang dan nyamannya, saya bahkan bisa nangis karena hal itu. Atau, ini cuma romantisme saya belaka? Saya menggumam, tapi nyatanya memang benar seperti itu. Yang jelas, Jakarta memberi kesan yang baik selama beberapa minggu saya hidup di sana. Saya jadi bertanya-tanya, apakah ini yang sebenarnya saya butuhkan –berada di tengah-tengah hidup yang asing?

Jatinegara

Selasa, Februari 12, 2019

kering dan layu


terhuyung-huyung
dan dilanda mendung
mungkin kita adalah anak-anak kesepian
yang menjelma bagai hantu-hantu muram
yang asing dan sayu
yang kering dan layu

meski nampak riang dan tumbuh liar
meski tawaku meledak dan lagakku berisik
meski serampangan dan begitu berantakan
sebenarnya aku pendiam dan sangat ringkih
warnaku redup dan aku tak banyak tersenyum
emosiku gelap dan aku diam-diam mengecil
mataku sembap dan sering sekali melamun

aku seperti bayangan hitam
yang terbang lamban dan bisa hilang
seperti selimut kabut
yang nampak buram dan kabur
seperti tempias gerimis
yang begitu lembut dan mudah tersapu
yang begitu halus dan mudah mengabu

sebenarnya,
aku pun begitu rumpang dan usang
begitu samar dan sia-sia



*
Surabaya, 2019

Senin, Januari 14, 2019

Hari ke sembilan

Sore hari sepulang dari kantor
Setelah Gianyar lebat diguyur hujan
Di perjalanan menuju belakang Kebo Iwa
Diam-diam mataku memicing
Ada yang menguar dan membuatku berdesir
Jelas-jelas sesuatu seperti tengah merekah
Hidungku mencium bau-bau yang enak
Jalanan kuyup
Genangan air
Harum dupa
Wangi bunga bekas banten
Udara silir
Basah daun pepohonan
Dan lenskep desa yang bergerak mundur perlahan
Dalam kecepatan 40 kilo per jam
Di atas mesin honda roda dua

Beberapa hal jadi terasa tenang
Beberapa hal jadi terasa baik
Beberapa hal jadi terasa enteng dan melegakan

Ke mana perginya resah yang sesak di kepala?
Perlukah Bali hujan setiap lima sore?


Minggu, Januari 13, 2019

Denpasar dan pusing

Riuh dan sesak
Klakson-klakson berisik
Ibu kota yang padat

Sembap dan serak
Cemas-cemas mengusik
Hari senin yang pekat

Ibu-ibu tua bicara di depan lapak buah
'Beberapa hal akan datang, jangan lari atau terjerembap'

Jadi tenang dan bersandarlah